Saturday, January 19, 2019

LAPORAN PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN - SURVEI KONSUMSI PANGAN


LAPORAN PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN
SURVEI KONSUMSI PANGAN




Oleh :
VIVIE TIFANA DEWI
(20162123051)




PRODI DIII GIZI JURUSAN GIZI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN PONTIANAK
TAHUN 2018


 

LEMBAR PENGESAHAN




Pembimbing PBL SKP
Prodi D III Jurusan Gizi


(....................................................)
Riri Ariani, S.Gz



KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME, karena dengan karunia-Nya saya dapat menyelesaiakan laporan Praktek Belajar Lapangan yang berjudul Survei Konsumsi Pangan”. Meskipun banyak hambatan yang saya alami dalam proses pengerjaannya, tapi saya bersyukur karena telah berhasil menyelesaikan laporan ini.
Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah SKP yang telah membantu dan membimbing saya dalam mengerjakan laporan ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang juga sudah memberi kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan laporan ini. Oleh karena itu, kami berharap semoga laporan ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi kita bersama.
Saya menyadari bahwa dalam menyusun laporan Praktek Belajar Lapangan ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna sempurnanya laporan ini. Saya berharap semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi penyusun laporan khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.



                                                                                                Pontianak, 8 Mei 2018

                                                                                               

                                                                                                                  Vivie Tifana Dewi



DAFTAR PUSTAKA





DAFTAR TABEL






BAB I PENDAHULUAN


1.1         Latar Belakang

Istilah gizi dapat diartikan sebagai proses dari organisme dalam menggunakan bahan makanan melalui proses pencernaan, penyerapan, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pembuangan, yang dipergunakan untuk pemeliharaan hidup, pertumbuhan fungsi organ tubuh dan produksi serta menghasilkan energi (Supariasa, 2012). Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat keadaan gizi normal tercapai bila kebutuhan zat gizi optimal terpenuhi. Tingkat gizi seseorang dalam suatu masa bukan saja ditentukan oleh konsumsi zat gizi pada masa lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002).
Status gizi merupakan faktor yang terdapat dalam level individu (level yang paling mikro). Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi. Status gizi dibedakan menjadi tiga yaitu status gizi buruk, gizi kurang, gizi baik dan gizi. Status gizi baik atau optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum (Almatsier, 2009).
Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) 2015 terdapat 404 Kabupaten atau Kota di Indonesia memiliki gizi balita akut dan kronis. Riset PSG 2015 pada September hingga Desember 2015 di 496 Kabupaten atau Kota dengan data dari 165.523 anak balita sedangkan riset PSG 2014 di 150 Kabupaten atau Kota dengan data dari 39.168 balita. Status gizi buruk balita menurut indeks berat badan 2015 mencapai 3,8%, turun dari 2014 sebesar 4,7%. Sedangkan status gizi balita pendek 2015 sebesar 10,1% dan pada tahun 2014 sebesar 10,9%. Penurunan tersebut karena adanya upaya perbaikan gizi spesifik atau penangan gizi secara langsung, seperti pemberian makanan tambahan, dan penanganan gizi tidak langsung seperti penyediaan air bersih yang dilakukan oleh Pemerintah (Kemenkes, 2016).
Perkembangan anak akan optimal bila interaksi sosial berjalan sesuai dengan kebutuhan anak pada setiap tahap perkembangannya (Soetdjiningsih, 2012). Idealnya proses tumbuh kembang anak balita didampingi oleh kedua orang tuanya secara utuh bersama. Keluarga yang stabil dan berfungsi baik, terdiri dari dua orang tua beserta anak, berpotensi memberikan keamanan dan dukungan dalam menciptakan lingkungan pengasuhan yang optimal bagi tumbuh kembang anak (American Academic of Pediatric, 2003; Thomas at al, 2007). 
Satus gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat yang setinggi mungkin. Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penilaian status gizi secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Prinsip dari metode food recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Untuk survei konsumsi gizi individu lebih disarankan menggunakan recall 24 jam konsumsi gizi dikarenakan dari sisi kepraktisan dan kevalidan data masih dapat diperoleh dengan baik selama yang melakukan terlatih. Metode ini cukup akurat, cepat pelaksanaannya, murah, mudah, dan tidak memerlukan peralatan yang mahal dan rumit. Ketepatan menyampaikan ukuran rumah tangga (URT) dari pangan yang telah dikonsumsi oleh responden, serta ketepatan pewawancara  untuk menggali semua makanan dan minuman yang dikonsumsi responden beserta ukuran rumah tangga (URT) (Hartono, 2006).

1.2         Tujuan

1.2.1        Tujuan Umum

Untuk mengetahui status gizi dan mendapatkan informasi tentang makanan yang sebenarnya dimakan 24 jam lalu oleh masyarakat di  RT 005/RW 026 di Siantan Hulu, Pontianak Utara, Kalimantan Barat.

1.2.2        Tujuan Khusus

a.         Untuk mengetahui status gizi dan tingkat kecukupan Balita
b.        Untuk mengetahui status gizi dan tingkat kecukupan Ibu Menyusui

1.3         Manfaat Kegiatan

1.3.1        Manfaat untuk Masyarakat
Agar masyarakat mengetahui status gizi dan rata-rata kecukupan melalui  pola konsumsi tiap hari.
1.3.2        Manfaat untuk Penulis
a.       Agar dapat menerapkan ilmu dalam bidang kesehatan khususnya di bidang gizi
b.      Mengetahui status gizi dan tingkat kecukupan masyarakat RT 005/RW 026 di Siantan Hulu, Pontianak Utara, Kalimantan Barat
c.       Memenuhi tugas Praktek Belajar Lapangan mata kuliah Survei Konsumsi Pangan dan melalui praktek tersebut mempermudah mahasiswa dalam pembuatan laporan.
1.3.3        Manfaat Untuk Perguruan Tinggi
Agar Politeknik Kesehatan Pontianak lebih dikenal dalam perananya membangun Kesehatan Masyarakat di Kota Pontianak, Kalimantan Barat.





BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1         Karakteristik  Ibu Menyusui

Karakteristik ibu menyusui yang meliputi pekerjaan, sikap dan pengetahuan ibu menyusui dapat sebagai faktor penentuan pemberian ASI terutama ASI eksklusif.
Adapun faktor sebagai penentuan pemberian ASI eksklusif adalah :
a.         Pekerjaan
Kesibukan dengan pekerjaan, sering sekali membuat seorang ibu lupa dan tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Walaupun kepada ibu telah diajarkan bagaimana mempertahankan produksi ASI, yaitu dengan memompa ASI peras / perahnya selama ibu bekerja dan malam hari lebih sering menyusui. Ternyata ibu yang bekerja, lebih cepat memberikan susu botol. Alasan yang dipakai ialah supaya membiasakan bayi menyusu dari botol bila nanti ditinggal bekerja. Masalah ibu yang bekerja memang terdapat hampir di seluruh dunia, kecuali di negara-negara Skandinavia dimana ibu mendapat cuti selama masih menyusui bayinya (Suharyono dkk,1992).
Dalam pemberian ASI terutama ASI eksklusif, masalah yang prinsipil adalah bahwa ibu-ibu membutuhkan bantuan informasi yang mendukung sehingga menambah pengetahuan ibu serta keyakinan ibu bahwa mereka dapat menyusui bayinya secara eksklusif, tugas ini akan berdampak positif bila petugas kesehatan berpengetahuan yang cukup tentang memberikan informasi yang diperlukan oleh ibu menyusui (Harianja, 2002).
b.        Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2003). Menurut Newcomb yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, bukan pelaksanaan motif tertentu.
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu :
1)      Menerima. Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
2)      Merespon. Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
3)      Menghargai. Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap.
4)      Bertanggung jawab. Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.
c.         Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.
Adapun pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif adalah :
1)      Tahu (know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
2)      Memahami, diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi-materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap objek yang dipelajari.
3)      Aplikasi, diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi sebagai penggunaan hukumhukum, rumus, metode, prinsip dalam konteks situasi yang lain.
4)      Analisis. Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, menggambarkan bagan, membedakan, memisahkan dan mengelompokkan.
5)      Sintesis. Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasiformulasi yang ada, misalnya : dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6)      Evaluasi. Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

2.2         Karakteristik Balita

Karakteristik Balita Septiari (2012) menyatakan karakteristik balita dibagi menjadi dua yaitu:
a.       Anak usia 1-3 tahun
Usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif artinya anak menerima makanan yang disediakan orang tuanya. Laju 7 pertumbuhan usia balita lebih besar dari usia prasekolah, sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif besar. Perut yang lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam sekali makan lebih kecil bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih besar oleh sebab itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering.
b.      Anak usia prasekolah (3-5 tahun)
Usia 3-5 tahun anak menjadi konsumen aktif. Anak sudah mulai memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini berat badan anak cenderung mengalami penurunan, disebabkan karena anak beraktivitas lebih banyak dan mulai memilih maupun menolak makanan yang disediakan orang tuanya.

2.2         Status Gizi

Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi  juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien. Penelitian status gizi merupakan  pengukuran yang didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan riwayat diit. Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) Salah satu contoh penilaian ststus gizi dengan antropometri adalah Indeks Massa Tubuh. Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang  berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit degeneratif. Oleh karena itu, mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang. Pedoman ini  bertujuan memberikan penjelasan tentang cara-cara yang dianjurkan untuk mencapai berat badan normal berdasarkan IMT dengan penerapan hidangan sehari-hari yang lebih seimbang dan cara lain yang sehat. Untuk memantau indeks masa tubuh orang dewasa digunakan timbangan  berat badan dan pengukur tinggi badan. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur > 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan.
Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut
IMT = 

Tabel 2.1 Kategori Status Gizi

Kategori
Status Gizi
Gizi Kurang
<18,5
Gizi Normal
18,5 – 22,9
Gizi Lebih
>23
Obesistas
25 – 29
Obesitas II
>30

2.3         Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari data yang diperoleh dengan menggunakan berbagai macam cara untuk menemukan suatu populasi atau individu yang memiliki risiko status gizi kurang maupun gizi lebih (Hartriyanti dan Triyanti, 2007). Penilaian status gizi terdiri dari dua jenis, yaitu :
1.        Penilaian Langsung
a.         Antropometri
Antropometri merupakan salah satu cara penilaian status gizi yang berhubungan dengan ukuran tubuh yang disesuaikan dengan umur dan tingkat gizi seseorang. Pada umumnya antropometri mengukur dimensi dan komposisi tubuh seseorang (Supariasa, 2012). Metode antropometri sangat berguna untuk melihat ketidakseimbangan energi dan protein. Akan tetapi, antropometri tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi zat-zat gizi yang spesifik (Gibson, 2005).
Ukuran-ukuran antropometri bisa berdiri sendiri untuk menentukan status gizi dibanding baku atau berupa indeks dengan membandingkan ukuran lainnya seperti BB/U, BB/TB, TB/U dan IMT/U (Sandjaja, 2010). Pemakaian antropometri yang digunakan untuk penilaian status gizi disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel lain. Variabel tersebut yaitu :
1)        Umur
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah  adanya kecenderunagn untuk memilih angka yang  mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur  adalah  dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan ( Depkes, 2004).
2)        Berat badan
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan. Berat badan menggambarkan jumlah protein, lemak, air, dan mineral pada tulang. Berat badan seseorang sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : umur, jenis kelamin, aktifitas fisik, dan keturunan. Berat badan merupakan salah satu ukuran antropometri yang memberikan gambaran masa tubuh (otot dan lemak) (Supariasa,  2012).
Alat yang digunakan di lapangan sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan:
a)      Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat lain.
b)      Mudah diperoleh dan relatif murah harganya.
c)      Ketelitian penimbangan sebaiknya maksimum 0,1 kg
d)     Skala mudah dibaca.
e)      Cukup aman untuk menimbang anak balita.
Alat yang memenuhi persyaratan dan dianjurkan untuk menimbang anak balita adalah dacin (Supariasa, 2012).
3)        Tinggi badan
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan, tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah defisiensi gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan baru akan tampak pada saat yang cukup lama. Pengukuran tinggi badan untuk balita yang sudah dapat berdiri dilakukan dengan alat pengukur tinggi “mikrotoa” (Microtoise) yang mempunyai ketelitian 0,1 cm (Supariasa,  2012).

Tabel 2.2 Indikator Status Gizi Anak Umur 0-60 Bulan Menurut Standar WHO 2005

No
Indeks yang dipakai
Batas Pengelompokan
Sebutan Status Gizi
1
BB/U
< -3 SD
Gizi buruk


- 3 s/d  <-2 SD
Gizi kurang


- 2 s/d +2 SD
Gizi baik


> +2 SD
Gizi lebih
2
PB/ U atau TB/U
< -3 SD
Sangat Pendek


- 3 s/d  <-2 SD
Pendek


- 2 s/d +2 SD
Normal


> +2 SD
Tinggi
3
BB/TB atau BB/PB
< -3 SD
Sangat Kurus


- 3 s/d  <-2 SD
Kurus


- 2 s/d +2 SD
Normal


> +2 SD
Gemuk
4
IMT/ U
< -3 SD
Sangat Kurus


- 3 s/d  <-2 SD
Kurus


- 2 s/d +2 SD
Normal


> +2 SD
Gemuk
Sumber : Standar WHO 2005 SK Menkes RI No. 1995/ Menkes/ SK/ XII/ 2010
Status gizi berdasarkan rujukan WHO-NCHS dan kesepakatan Cipanas 2000  oleh para pakar Gizi dikategorikan seperti diperlihatkan pada tabel 1 diatas serta di interpretasikan berdasarkan gabungan tiga indeks antropometri seperti yang terlihat pada tabel Kategori Interpretasi Status Gizi Berdasarkan Tiga Indeks.  

Tabel 2.3  Kategori Interpretasi Status Gizi Berdasarkan Tiga Indeks (BB/U,TB/U, BB/TB  Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS)

No.
Indeks Antropometri
Keterangan
BB/U
TB/U
BB/TB
1
Baik
Pendek
Gemuk
Kronis-Gemuk
2
Lebih
Pendek
Gemuk
Kronis-Gemuk
3
Baik
Normal
Gemuk
Gemuk
4
Lebih
Normal
Gemuk
Tidak kronis – gemuk
5
Lebih
Normal++
Normal
gizi baik, tidak akut/kronis
6
Lebih
Normal
Gemuk
Gemuk
7
Lebih
Normal
Normal
Baik
8.
Baik
Pendek
Normal
Kronis
9
Baik
Normal
Normal
gizi baik, tidak akut/kronis
10
Baik
Normal
Normal
Baik
11
Kurang
Pendek
Normal
Kronis - tidak akut
12
Kurang
Normal
Normal
Baik
13
Baik
Normal
Kurus
Akut
14
Baik
Normal++
Kurus
Tidak kronis – akut
15
Kurang
Pendek
Kurus
Kronis-Akut
16
Kurang
Normal
Kurus
Tidak kronis – akut
17
Kurang
Normal
Kurus
Akut
Sumber: Depkes RI, 2004
Keterangan untuk ketiga indeks (BB/U,TB/U, BB/TB):
1.      Rendah   : < -2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS 
2.      Normal   : -2 s/d +2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS
3.      Tinggi    :  > + 2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS
(Sumber : Depkes RI 2004).
b.        Klinis
Pemeriksaan klinis merupakan cara penilaian status gizi berdasarkan perubahan yang terjadi yang berhubungan erat dengan kekurangan maupun kelebihan asupan zat gizi. Pemeriksaan klinis dapat dilihat pada jaringan epitel yang terdapat di mata, kulit, rambut, mukosa mulut, dan organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid (Hartriyanti dan Triyanti, 2007). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Pemeriksaan fisik yang digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang yaitu seperti tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit (Susilowati, 2008).
c.         Biokimia
Pemeriksaan biokimia merupakan pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain darah, urin, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Pemeriksaan ini digunakan untuk peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi (Susilowati, 2008).
d.        Biofisik
Pemeriksaan biofisik merupakan salah satu penilaian status gizi dengan melihat kemampuan fungsi jaringan dan melihat perubahan struktur jaringan yang dapat digunakan dalam keadaan tertentu, seperti kejadian buta senja (Supariasa, 2012). Penggunaan metode biofisik dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindness). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi (Nurdin, 2012).
2.        Penilaian Tidak Langsung
a.         Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan merupakan salah satu penilaian status gizi dengan melihat jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh individu maupun keluarga. Data yang didapat dapat berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Data kuantitatif dapat mengetahui jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi, sedangkan data kualitatif dapat diketahui frekuensi makan dan cara seseorang maupun keluarga dalam memperoleh pangan sesuai dengan kebutuhan gizi (Baliwati, 2004).
Penggunaan metode dengan pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi.Ada dua metode untuk mengukur konsumsi makanan tingkat individu, yaitu metode kuantitatif dan metode kualitatif.
b.        Statistik Vital
Statistik vital merupakan salah satu metode penilaian status gizi melalui data-data mengenai statistik kesehatan yang berhubungan dengan gizi, seperti angka kematian menurut umur tertentu, angka penyebab kesakitan dan kematian, statistik pelayanan kesehatan, dan angka penyakit infeksi yang berkaitan dengan kekurangan gizi (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).
c.         Faktor Ekologi
Penilaian status gizi dengan menggunakan faktor ekologi karena masalah gizi dapat terjadi karena interaksi beberapa faktor ekologi, seperti faktor biologis, faktor fisik, dan lingkungan budaya. Penilaian berdasarkan faktor ekologi digunakan untuk mengetahui penyebab kejadian gizi salah (malnutrition) di suatu masyarakat yang nantinya akan sangat berguna untuk melakukan intervensi gizi (Supariasa, 2012).

2.4         Metode Recall 24 Jam

24 hour Food Recall (recall 24 jam) merupakan metode yang paling sederhana dan mudah dilakukan yaitu dengan meminta responden untuk mengingat seluruh makanan yang dikonsumsi dalam 24 jam sebelumnya. Hal penting yang perlu diketahui bahwa dengan recall 24 jam data yang diperoleh cenderung lebih bersifat kualitatif. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data kuantitatif maka jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat Ukuran Rumah Tangga (URT) seperti sendok, gelas, piring dan lain-lain atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan sehari-hari (Supariasa,  2012).
Petugas melakukan konversi dari URT ke dalam ukuran berat (gram). Dalam menaksir/memperkirakan ke dalam ukuran berat (gram) pewawancara menggunakan alat bantu seperti contoh URT atau dengan menggunakan model dari makanan (food model). Setelah itu menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).Selanjutnya membandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi yang diAnjurkan (DKGA) atau Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk Indonesia.
1.        Tujuan metode recall 24 jam adalahsebagai berikut:
Untuk mendapatkan informasi tentang makanan yang sebenarnya dimakan 24  jam lalu. Makanan dapat berupa makanan utama dan makanan selingan serta minuman yang nyata dimakan 24 jam yang lalu.
a.       Untuk mengetahui rata-rata asupan dari masyarakat dengan catatan sampel harus betul-betul mewakili suatu populasi.
b.      Untuk menegetahui tingkat konsumsi energi dan zat-zat gizi tertentu. Zat gizi yang umum diketahui yaitu yang dapat menggambarkan kualitas dan kuantitas makanan seperti Energi (Karbohidrat) dan protein. Disamping itu pula dapat ditentukan konsumsi lemak, vitamin, dan mineral.
2.        Langkah - langkah pelaksanaan recall 24 jam antara lain :
a.       Responden mengingat semua makanan dan minuman yang dimakan 24 jam yang lalu.
b.      Responden menguraikan secara mendetail masing - masing bahan makanan yang dikonsumsi seperti bahan makanan atau makanan jadi. Mulai dari makan pagi, makan siang, makan malam, dan berakhir sampai akhir hari tersebut.
c.       Responden memperkirakan ukuran porsi yang dimakan, sesuai dengan ukuran rumah tangga yang biasa digunakan, antara lain dengan menggunakan food model makanan, atau foto - foto, bahan makanan asli dan alat - alat makan.
d.      Pewawancara dan responden mengecek/mengulangi kembali apa yang dimakan dengan cara mengingat kembali.
e.       Pewawancara mengubah ukuran porsi menjadi setara seukuran gram.
3.        Kelebihan Metode Recall 24 jam
a.       Mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebani responden 
b.      Biaya relatif murah, karena tidak memerlukan peralatan khusus dan tempat yang luas untuk wawancara.
c.       Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden.
d.      Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf.
e.       Dapat memberikan gambaran nyata yang benar - benar dikonsumsi individu sehigg dapat dihitung asupan energy dan zat gizi sehari
4.        Kelemahan Metode Recall 24 jam
a.       Tidak dapat menggambarkan asupan makan sehari-hari, bila hanya dilakukan recall satu hari. 
b.      Ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat reponden. Oleh karena itu,responden harus mempunyai daya ingat yang baik, sehingga metode ini tidak cocok dilakukan pada anak usia di bawah 7 tahun, orang tua berusia di atas 70 tahun dan orang yang hilang ingatan atau orang yang pelupa.
c.       The flat slope syndrom, yaitu kecenderungan bagi responden yang kurus untuk melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate) dan bagi responden yang gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit.
d.      Responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan penelitian.
e.       Untuk mendapat gambaran konsumsi makanan sehari-hari recall jangan dilakukan pada saat panen, hari pasar, hari akhir pekan, pada saat melakukan upacara-upacara keagamaan, selamatan dan lain-lain.
5.        Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari metode recall 24 jam dapat digunakan dalam skala nasional, rumah tangga, dan individu. Di tempat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, metode ini paling uumum digunakan untuk mengetahui asupan makanan/zat gizi pasien. Bagian juga skala nasional. Riset dalam skala nasional seperti riset kesehatan dasar untuk mengetahui asupan zat gizi selalu menggunakan metode recall 24 jam.
6.        Alat dan Bahan
Untuk mendapatkan data yang akurat, diperlukan alat dan bahan dalam survei konsumsi dengan metode recall 24 jam, antara lain:
a.       Timbangan makanan, dengan ketelitian/skala 1 gram. 
b.      Model makanan (food makanan)
c.       Ukuran rumah tangga (URT)
d.      Bahan makanan asli
e.       Foto bahan makanan
f.       Daftar komposisi bahan makanan (DKBM)
g.      Angka kecukupan gizi (AKG) untuk orang Indonesia
h.      Daftar bahan makanan penukar (DBMP)
i.        Daftar kandungan zat gizi makanan jajanan (DKG)
j.        Daftar konversi berat mentah masak (DKMM)
k.      Daftar konversi penyerapan minyak (DKPM)
l.        Daftar taksiran komposisi air susu ibu (ASI).real food)

 

2.5         Tingkat Kecukupan Konsumsi Zat Gizi

1.        Kebutuhan Gizi

Gerakan tubuh saat melakukan olahraga dapat terjadi karena otot  berkontraksi. Olahraga aerobik dan anaerobik, keduanya memerlukan asupan energi.namun, penetapan kebutuhan energi secara tepat tidak sederhana dan sangat sulit.perkembangan ilmu pengetahuan sekarang hanya dapat menghitung kebutuhan energi berdasarkan energi yang dikeluarkan.Besarnya kebutuhan energi tergantung dari energi yang digunakan setiap hari. Kebutuhan energi dapat dihitung dengan memperhatikan beberapa komponen  penggunaan energi. Komponen-komponen tersebut yaitu: (1) basal metabolic rate (BMR), (2) spesific dynamic action (SDA), (3) aktifitas fisik dan faktor  pertumbuhan.
Setiap orang perluh jumlah makanan (zat gizi) yang berbeda-bada tergantung usia, berat badan, jenis kelamin, oktivitas fisik, kondisi lingkungan, dan keadaan tertentu. Kebutuhan makanan tiap-tiap orang dapat dilihat pada table AKG atau RDA. Proporsi makanan sehat berimbang terdiri atas 60-70% karbohodrat 20-25% lemak dan protein 10-15%.
a.         Kebutuhan Karbohidrat
1)        Orang dewasa dengan aktivitas sedang memerlukan karbohidrat rata-rata 8-12 gram/kgBB/hari, sedangkan kebutuhan minimal 10-100 gram/hari, untuk mencegah ketosis.
2)        Pekerja berat termasuk olahragawan memerlukan karbohidrat 9-10 gram/kgBB/hari atau 70% dari kebutuhan energy
3)        Sebaikknya mengkonsumsi karbohidrat kompleks, sebab selain mengandung energy tinggi, juga mengandung zat gizi lain. Missal : 100 gram besar giling kandungan karbohidrat 78,9 gram, protein 6,8 gram, lemak 0,7 gram dll. 
b.        Kebutuhan Lemak
1)        Untuk memeihara keseimbangan fungsinya, tubuh perluh lemak 0,5-1 gram/kgBB/hari
2)        Peningkatan metabolisme lemak selama aktivitas olahraga yang lama mempunyai efek melindungi pemakaian glikogen (Glikogen Sparing Efek) dan memperbaiki kapasitas ketahanan fisik
3)        Walaupun demikian konsumsi energy dari lemak dianjurkan tidak melebihi 30% total energy/hari.
c.         Kebutuhan Vitamin & Mineral
1)        Untuk mempertahankan status hidrasi, setiap orang dalam sehari rata-rata  perluh 2500 ml air jumlah tersebut setara dengan cairan yang dikeluarkan oleh tubuh baik berupa keringat uap air, maupun cairan yang dikeluarkan oleh tinja
2)        Dalam keadaan sehari-hari tubuh akan selalu mempertahankan keseimbangan cairan normal (euhydration) sehingga bilah keadaan cairan  berlebih (hyperhidration) maka akan terjadi proses pengurangan cairan (dehydration).

2.        Asupan Zat Gizi

Asupan gizi yang baik sangat penting bagi pekerja. Asupan zat gizi merupakan jumlah zat gizi yang masuk melalui konsumsi makanan sehari-hari untuk memperoleh energi guna melakukan kegiatan fisik sehari-hari (Suharjo, 1999). Kekurangan zat gizi pada makanan yang dikonsumsi tenaga kerja akan membawa akibat buruk pada tubuh pekerja seperti: pertahanan tubuh terhadap  penyakit menurun, kemampuan fisik kurang, berat badan menurun, badan menjadi kurus, muka pucat, kurang bersemangat, kurang motivasi, bereaksi lamban dan lain-lain (Wisnoe, 2005). Asupan zat gizi pekerja diperoleh dari makanan yang dikonsumsi pekerja setiap hari. Makanan yang dikonsumsi  pekerja akan mengalami proses pencernaan di dalam alat pencernaan. Makanan tersebut akan diuraikan menjadi zat gizi lalu diserap melalui dinding usus dan masuk ke dalam cairan tubuh.
Fungsi umum dari zat gizi antara lain (Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007) :
1)        Sebagai sumber penghasil energi atau tenaga
2)        Menyumbang pertumbuhan badan
3)        Memelihara jaringan tubuh, mengganti sel yang rusak;
4)        Mengatur metabolisme, keseimbangan air, mineral dan asam - basa di dalam cairan tubuh
5)        Berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap penyakit sebagai antibodi dan antitoksin.

3.        Tingkat Kecukupan

Angka kecukupan gizi (AKG) adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua  penduduk menurut kelompok umur, jenis kelamin, dan kondisi fisiologis, seperti kehamilan dan menyusui. Konsep kecukupan energi kelompok  penduduk adalah nilai rata-rata kebutuhan, sedangkan pada kecukupan protein dan zat gizi lain adalah nilai rata-rata kebutuhan ditambah dengan 2 kali simpangan baku(2 SD). Kegunaan Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan adalah sebagai berikut.
1)        Untuk menilai kecukupan gizi yang telah dicapai melalui konsumsi, makanan bagi penduduk/golongan masyarakat tertentu yang didapatkan dari hasil survei gizi/makanan
2)        Untuk merencanakan pemberian makanan tambahan balita maupun untuk  perencanaan institusi
3)        Untuk merencanakan penyediaan pangan tingkat regional maupun nasional;
4)        Untuk patokan label gizi makanan yang dikemas apabila perbandingan dengan angka kecukupan gizi diperlukan
5)        Untuk bahan pendidikan gizi.

4.        Faktor yang Mempengaruhi Kecukupan Gizi

Di samping kegunaan kecukupan gizi tersebut yang mempunyai beberapa keterbatasan. Kecukupan gizi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sebagai  berikut.
a)        Tahap pertumbuhan dan perkembangan tubuh.
b)        Ukuran dan komposisi tubuh.
c)        Jenis kelamin.
d)       Keadaan kesehatan tubuh.
e)        Keadaan fisiologis tubuh.
f)         Kegiatan fisik.
g)        Lingkungan.
h)        Mutu makanan.
i)          Gaya hidup.
Angka kecukupan gizi yang sudah ditetapkan untuk orang Indonesia meliputi energi, protein, vitamin A, vitamin D, vitamin E, vitamin K, vitamin C, tiamin, riboflavin, niacin, piridoksin, vitamin B12, asam folat, kalsium, fosfor, magnesium, besi, seng, iodium, mangan, selenium, dan fluor. Angka kecukupan energi tingkat nasional yang pada taraf konsumsi 2000 kkal dan taraf persediaan 2200 kkal. Sedangkan angka kecukupan protein tingkat nasional pada taraf konsumsi 52 gram dan taraf persediaan 57 gram. Kecukupan gizi untuk pelabelan produk makanan yang dikemas disebut dengan acuan label gizi (ALG).

2.7         Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

1.        Faktor Langsung
a.       Konsumsi Makanan 
Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja, dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin.
b.      Infeksi
Penyakit infeksi dan keadaan gizi anak merupakan 2 hal yang saling mempengaruhi. Adanya infeksi, nafsu makan anak mulai menurun dan mengurangi konsumsi makanannya, sehingga berakibat berkurangnya zat gizi kedalam tubuh anak. Dampak infeksi yang lain adalah muntah dan mengakibatkan kehilangan zat gizi (Moehji, 2003).
2.        Faktor tidak langsung
a.       Tingkat Pendapatan
Pendapatan keluarga  merupakan penghasilan dalam jumlah uang yang  akan dibelanjakan oleh keluarga dalam bentuk makanan. Kemiskinan sebagai penyebab  gizi kurang menduduki posisi pertama pada kondisi yang  umum. Hal ini harus mendapat perhatian  serius karena keadaan ekonomi ini relatif mudah diukur dan berpengaruh besar terhadap konsumen pangan. Golongan miskin menggunakan bagian terbesar dari pendapatan untuk memenuhi kebutuhan makanan, dimana untuk keluarga di negara berkembang sekitar dua pertiganya (Suhardjo, 2005).
b.      Pengetahuan Gizi
Pengetahuan gizi ibu merupakan  proses untuk merubah sikap dan perilaku masyarakat untuk mewujudkan  kehidupan yang  sehat jasmani dan rohani. Pengetahuan ibu  yang ada kaitannya dengan kesehatan dan gizi erat hubungannya  dengan pendidikan  ibu. Semakin tinggi pendidikan akan semakin tinggi pula pengetahuan  akan kesehatan  dan gizi keluarganya. Hal ini akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas zat gizi yang dikonsumsi oleh anggota keluarga ( Soekirman, 2000).
c.       Sanitasi Lingkungan
Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain diare, kecacingan,dan infeksi saluran pencernaan. Apabila anak menderita infeksi saluran pencernaan, penyerapan zat-zat gizi akan terganggu yang menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi. Seseorang kekurangan zat gizi akan mudah terserang penyakit,dan pertumbuhan akan terganggu (Supariasa, 2012).





BAB III METODE KEGIATAN

3.1         Waktu dan Tempat

Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Selasa, 8 Mei 2018 di RT 005/RW 026 Siantan Hulu, Pontianak Utara, Kalimantan Barat

3.2         Sasaran

Sasaran Kegiatan ad alah masyarakat khususnya ibu menyusui dan balita RT 005/RW 026 di Siantan Hulu, Pontianak Utara, Kalimantan Barat

3.3         Alat dan Bahan

1.        Alat
Alat yang digunakan dalam pengumpulan data adalah :
a.         Alat tulis
b.        Surat izin praktek
c.         Lembaran formulir
d.        Foto makanan
e.         Timbangan makanan digital
Timbangan makanan digital adalah untuk mengukur bahan makanan yang akan dimasak. 
f.         Microtoise
Microtoise adalah untuk mengukur badan.
g.        Timbangan digital
Timbangan digital perangkat pengukuran yang digunakan untuk mengukur berat atau massa suatu benda atau zat.
2.        Bahan yang digunakan pada saat pegumpulan data :
a.         Sabun mandi
b.        Rinso
c.         Pencetak agar-agar

3.4         Prosedur

1.        Pertama- tama kami meminta izin kepada pak RT untuk melakukan Praktek ini dengan membawa surat tugas.
2.        Setelah mendapat izin, kami langsung pergi ke rumah warga
3.        Saya mencari ibu menyusui dan balita. Saya mendapatkan ibu menyusui yang berusia 31 tahun dan anak balitanya yang berumur 3 tahun
4.        Saya meminta izin untuk melakukan recall ini dan meminta persetujuan kepada ibu tersebut
5.        Ibu ini bersedia, lalu saya bertanya kepada Ibu dimulai dari bangun tidur apa yang ibu konsumsi dan sampai ibu itu tidur, ibu itu menyebutkan nama hidangannya, lalu saya mengulang lagi namun dengan menyanyakan bahan-bahannya.
6.        Setelah itu untuk menentukan berat makanan saya menanyakan ke ibu dengan menggunakan food model.
7.        Setelah beratnya saya mengulang lagi makanan yang ibu konsumsi.
8.        Saya menanyakan juga ke ibu untuk makanan anaknya yang berusia 3 tahun 1 bulan
9.        Setelah itu saya mengukur tinggi badan dan berat badan Ibu dan Anak.
10.    Setelah mengukur dan mencatat, dan data pun sudah lengkap saya mengucapkan terimakasih kepada ibu dan memberikan bingkisan.
11.    Lalu saya pun pamitan. 




BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1         Hasil

4.1.1        Identitas Ibu Menyusui

a.       Nama                       : Lenanti
b.      Tanggal lahir            : 17 November 1987
c.       Umur                        : 31 tahun
d.      Jenis Kelamin           : Perempuan

4.1.2        Identitas Balita

a.       Nama                       : Nayla Atira Marwa
b.      Tanggal lahir            : 07 April 2015
c.       Umur                        : 3 tahun 1 bulan
d.      Jenis Kelamin           : Perempuan

4.1.3        Pemeriksaan Antropomotri

Tabel 4.1 Pemeriksaan Antropometri Ibu dan Balita


BB (kg)
TB/PB (cm)
Status Gizi (Z-Skor)
BB/U
TB/U
BB/TB
IMT/U
Anak
12
92
Gizi Baik
Normal
Normal
Normal (14,2)
Ibu
50
152
IMT Ibu: 21,6 (Normal)
Sumber: Data terolah primer, 2018
Berdasarkan tabel 1.1. Hasil pemeriksaan antropometri yang didapatkan adalah IMT ibu yaitu 21,6 (normal) dan anak yaitu 14,2 (normal)



4.1.4        Hasil Recall 24 Jam

a.         Ibu Menyusui
Hasil yang didapatkan dari perhitungan recall makanan 24 jam adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2 Analisis nilai gizi hasil Recall konsumsi makan ibu Lenita selama 24 jam

Waktu
Nama Makanan
Nama bahan Makanan
URT
Berat (gr)
Energi (kkal)
Protein
(gr)
Lemak (gr)
KH
(gr)
Matang
Mentah
Pagi
Indomie goreng
Mie
2 bks
160
64
225,6
7,7
1,1
45,3
Air putih
Air putih
1 gelas sedang
180
180
-
-
-
-
Siang
Nasi putih
Beras
2 centong
100
40
360,9
6,7
0,6
79,5
Telur goreng
Telur
1 butir
60
54
93,1
7,6
6,4
0,7
Minyak

4,8
4,8
41,4
0,0
4,8
0,0
Air putih
Air putih
1 gelas sedang
180
180
-
-
-
-
Malam
Indomie goreng
Mie
2 bks
160
64
225,6
7,7
1,1
45,3
Biskuit Gerry
Biskuit
2 keping
9
9
44,9
0,6
2,3
5,4
Minuman GoodDay
Minuman GoodDay
1 gelas sedang
180
180
47,3
1,8
3,6
36
Total
1038,8
32
19,9
212,1
Sumber: Data Terolah Primer, 2018

Tabel 4.3 Penyerapan minyak ibu Lenanti

No
Bahan
Berat matang
% serapan
Hasil
1
Telur Goreng
60
8
4,8




b.        Balita
Hasil yang didapatkan dari perhitungan recall makanan 24 jam adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4 Analisis nilai gizi hasil Recall konsumsi makan balita Nayla selama 24 jam

Waktu
Nama Makanan
Nama bahan Makanan
URT
Berat (gr)
Energi (kkal)
Protein
(gr)
Lemak (gr)
KH
(gr)
Matang
Mentah
Pagi
Nasi Goreng
Beras
½ centong
25

90,2
1,7
0,2
19,9
Minyak

4,8

41,4
0,0
4,8
0,0
Air putih

1 gelas sedang
180





Selingan
Susu Ultra

1 kotak sedang
180

835
38,9
34,2
92,9
Better

1 keping
20

96
2
4,2
12,4
Siang
Promina

1 bks
20

77,4
2,8
0,2
15,6
Air putih

1 gls kcl
150














Malam
Nasi putih
Beras
½ centong
25

90,2
1,7
0,2
19,9
Indomie rebus

½ bks
40

56,4
1,9
0,3
11,3
Air Putih

1 gls kcl
150





Total
1286,6
48,9
44
171,9
Sumber: Data Terolah Primer, 2018

Tabel 4.5 Penyerapan minyak makan Nayla

No
Bahan
Berat matang
% serapan
Hasil
1
Nasi Goreng
30
13,6


Jadi,  berdasarkan hasil recall:
1)         Kalori yang dikonsumsi ibu sebesar 1038,8 kkal dan anak balita sebesar 1286,6 kkal selama 24 jam
2)         Protein yang dikonsumsi ibu sebesar 32 gr dan anak balita sebesar 48,9 gr selama 24 jam
3)         Lemak yang dikonsumsi ibu sebesar  19,9 gr dan anak balita sebesar 44 gr selama 24 jam
4)         Karbohidrat yang dikonsumsi ibu sebesar 212,1 gr dan anak balita sebesar 171,9 gr selama 24 jam
Pengukuran recall selanjutnya yaitu dengan menghitung konsumsi zat gizi individu yang dibandingkan dengan AKG dengan memperhitungkan berat badan ideal. Berdasarkan rumus berat badan ideal untuk anak 1-5 tahun yaitu (umur dalam tahun x 2) + 8. Sehingga berat badan ideal Nayla yaitu = (3 x 2) + 8= 14 kg.
Jadi, berat badan ideal Nayla yaitu 14 kg. Berdasarkan tabel Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2013, AKG anak umur 1-3 tahun adalah sebagai berikut :
1)        Berat Badan (BB) = 13 Kg
2)        Tinggi Badan (TB) = 91 cm
3)        Energi                    = 1125 kkal
4)        Protein                   = 26 gram
5)        Lemak                   = 44 gram
6)        Karbohidrat           = 155 gram
Berdasarkan tabel Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2013, AKG dewasa 30-49 tahun adalah sebagai berikut :
1)       Berat Badan (BB) = 55 Kg
2)       Tinggi Badan (TB) = 159 cm
3)       Energi                    = 2150 kkal
4)       Protein                   = 57 gram
5)       Lemak                   = 60 gram
6)       Karbohidrat           = 323 gram
Jadi, hasil recall dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi untuk memperoleh % kebutuhan  :
-            Ibu Lenita
1)        Energi      = 48,31 %
Kategori   = Kurang (Widajanti L, 2009, Survei Konsumsi Gizi, Undip)
2)        Protein     = 56,14 %
Kategori   = Kurang (Widajanti L, 2009, Survei Konsumsi Gizi, Undip)
3)        Lemak      = 45,22 %
Kategori   = Kurang (Widajanti L, 2009, Survei Konsumsi Gizi, Undip)
4)        Karbohidrat = 65,66 %
Kategori   = Kurang (Widajanti L, 2009, Survei Konsumsi Gizi, Undip)
-            Nayla
1)        Energi      = 114,36 %
Kategori   = Lebih (Widajanti L, 2009, Survei Konsumsi Gizi, Undip)
2)        Protein     = 188 %
Kategori  = Lebih (Widajanti L, 2009, Survei Konsumsi Gizi, Undip)
3)        Lemak      = 100 %
Kategori   = Baik (Widajanti L, 2009, Survei Konsumsi Gizi, Undip)
4)        Karbohidrat = 110,90 %
Kategori   = Lebih (Widajanti L, 2009, Survei Konsumsi Gizi, Undip)

4.2         Pembahasan

Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan kuesioner yang telah dilakukan pada tanggal 8 Mei 2018 di RT 005/RW 026 Siantan Hulu, Pontianak Utara, Kalimantan Barat pada responden ibu menyusui dan balita didapatkan informasi mengenai status gizi ibu dan balita melalui pemeriksaan antorpometri yaitu mengukur berat badan, tinggi badan dan penilaian tingkat konsumsi pangan ibu dan balita melalui form recall makanan 24 jam/sehari sebelum wawancara..

4.2.1        Pengukuran Antropometri

Hasil penimbangan berat badan Ibu Lenanti dan Nayla Athira Marwah menggunakan timbangan digital yaitu berat badan ibu sebesar 50 kg dan balita 12 kg. Berdasarkan hasil perhitungan, nilai Z-skor pada Nayla dari indeks berat badan menurut umur (BB/U) adalah kategori gizi baik, PB/U kategori normal, BB/PB kategori normal dan IMT sebesar 14,2 (normal) sedangkan IMT ibu sebesar 21,6 (normal). Sehingga gizi Nayla dan ibu masuk dalam kategori gizi baik karena berada pada rentang skor – < 2 SD sampai dengan 2 SD (Kepmenkes, 2010).
Indikator BB/U memberikan gambaran masalah gizi yang bersifat umum dan tidak dapat menggambarkan indikasi masalah gizi kronis atau akut, karena berat badan berkorelasi positif dengan usia dan tinggi badan. Berdasarkan Kepmenkes (2010) indikator BB/U untuk anak perempuanstatus gizi Nayla tergolong ke dalam kategori gizi baik. Hal ini menunjukkan bahwa Nayla tidak menderita penyakit yang bersifat kronis maupun penyakit infeksi (akut).
Pengukuran tinggi badan menggunakan alat ukur berupa microtoise (dengan berdiri). Kelebihan dari microtoise adalah akurat, tepat dan valid dengan penggunaan teknik yang standar, mudah dimengerti dan mudah digunakan oleh pengukur, serta relatif tidak membutuhkan tenaga ahli mempunyai ketelitian 0,1 cm (Supariasa,  2012). Kekurangan dari microtoise adalah sulit ketika menempelkan di dinding atau tembok.
Indeks TB/U (tinggi badan menurut umur), PB/U (panjang badan menurut umur) atau juga indeks BB/TB (Berat Badan menurut Tinggi  Badan) memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari keadaan  kurus kering dan kecil pendek dan keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan  keadaan  berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita (Depkes RI, 2004). Berdasarkan Standar Panjang Badan menurut Umur (PB/U) untuk anak perempuan umur 3 tahun 1 bulanpanjang badan Nayla yang berada di bawah median namun Nayla masih dalam indikator kategori gizi baik.
Berdasarkan tabel 4.1 mengenai kategori interpretasi status gizi berdasarkan tiga indeks (BB/U, TB/U, BB/TB menurut Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS) didapatkan bahwa hasil BB/U,TB/U dan BB/TB berturut-turut yaitu baik, normal, normal. Hasil ini memberikan intepretasi gizi Nayla baik, tidak terdapat penyakit akut dan kronis.

4.2.2        Recall 24 jam

Dari hasil wawancara recall konsumsi makan ibu Lenanti dan Nayla Athira Marwah dalam sehari didapatkan data mengenai konsumsi makan responden, kemudian dilakukan penghitungan analisis zat gizi dengan menggunakan Tabel Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) dan melihat komposisi gizi di kemasan makanan/minuman.



1.        Ibu Lenanti
Hasil recall dan perbandingan dengan nilai AKG 2013 menunjukkan bahwa %kebutuhan ibu Lenanti menurut survei konsumsi gizi, 2009 yakni energi dalam kategori kurang sebesar 48,31%, protein dalam kategori kurang sebesar 56,14 %, lemak dalam kategori kurang sebesar 45,22% dan karbohidrat dalam kategori kurang sebesar 65,66 %.
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa ibu Lenanti mempunyai pola konsumsi yang tidak baik, di pagi dan malam hari biasanya hanya makan indomie dan kurang mengonsumsi protein nabati dan hewani serta jarang mengonsumsi sayur maupun buah-buahan. Seharusnya Ibu lebih mengontrol porsi makan serta asupan makanan pada dirinya atau pada keluarganya karena jika kekurangan karbohidrat mengakibatkan berbagai penyakit. Konsumsi karbohidrat yang kurang dari kebutuhan tidak baik bagi tubuh sehingga dapat menyebabkan gula darah menurun dan terjadi hipoglikemia. Untuk itu diperlukan asupan karbohidrat yang cukup dengan mengatur porsi makan yang baik.
Tingkat konsumsi protein yang tergolong rendah dikarenakan ibu Lenanti mempunyai pola makan yang tidak baik, kurang asupan protein. Menurut Arisman (2010) kurang energi protein adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi.
Ibu menyusui membutuhkan 3 porsi protein perhari selama menyusui. Tambahan protein dibutuhkan sebesar 16 g/hari untuk enam bulan pertama, enam bulan kedua dibutuhkan protein sekitar 12 g/hari  dan untuk tahun kedua dibutuhkan sebesar 11 g/hari. Manfaat dari protein adalah mengatur pertumbuhan dan perbaikan jaringan, perkembangan otak, produksi ASI dan membentuk tubuh bayi. Ketidakseimbangan  protein dapat menyebabkan kekurangan nutrisi lain (Marmi, 2013).
2.        Nayla
Hasil recall dan perbandingan dengan nilai AKG 2013 menunjukkan bahwa %kebutuhan Nayla Athira Marwah yakni energi dalam kategori lebih sebesar 114,36%, protein dalam kategori lebih sebesar 188 %, lemak dalam kategori baik sebesar 100 % dan karbohidrat dalam kategori lebih sebesar 110,90 %.
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa Ibu tersebut membiasakan anaknya untuk sarapan pagi makan 3x sehari, dan di pagi hari diberikan makan - makanan selingan sehingga Nayla memiliki energi, protein, karbohidrat yang lebih. Seharusnya Ibu lebih mengontrol porsi makan serta asupan makanan Nayla karena jika anak kelebihan karbohidrat beresiko obesitas. Menurut Bandini L dalam Kharismawati (2010), konsumsi karbohidrat yang melebihi kebutuhan tidak akan menguntungkan bagi tubuh. Kelebihan asupan karbohidrat dapat menyebabkan obesitas. Sehingga diperlukan konsumsi serat yang cukup untuk menurunkan resiko obesitas.
Tingkat konsumsi protein Nayla dalam kategori lebih. Konsumsi protein yang tinggi ini dikarenakan Nayla mempunyai kebiasaan minum susu yang kaya akan sumber protein dalam porsi yang lebih (200 ml). Hal ini perlu menjadi perhatian karena kelebihan protein dapat menyebabkan timbulnya masalah kesehatan seperti alergi, osteoporosis dan menyebabkan kinerja hati dan ginjal yang berlebih.
Menurut Almatsier (2005) juga menyatakan bahwa kelebihan protein tidak menguntungkan bagi tubuh. Makanan yang tinggi protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat menyebabkan obesitas. Kelebihan asam amino akan memberatkan ginjal dan hati yang harus memetabolisme dan mengeluarkan kelebihan nitrogen. Hal tersebut juga sejalan dengan penelitian Surbakti (2010), menyatakan bahwa protein memang sangat diperlukan oleh tubuh, tetapi terlalu banyak mengkonsumsi protein juga akan menimbulkan masalah. sebaiknya jangan sampai melampaui 2g/kg BB/hari, sebab kebanyakan protein akan menyebabkan SDA yang tinggi, yang akan merugikan metabolisme energi untuk kerja luar.
4.2.3        Kebiasaan Makan (Pola Asuhan Makan)
a.         Pemberian ASI, Makanan Tambahan atau Makanan Pendamping ASI
Data hasil wawancara kuesioner menunjukkan bahwa pola asuh makan ibu yang diberikan ibu Lenanti terhadap Nayla tergolong sudah cukup baik namun kurang sempurna. Hal ini terlihat dari kebiasaan Ibu Lenanti yang memberikan sarapan pagi kepada Nayla. Kebiasaan Ibu Lenanti yaitu menyusun menu makanan sekaligus menentukan porsi makan untuk Nayla dan keluarganya. Tingkat pendidikan atau pengetahuan ibu banyak menentukan sikapnya dalam menghadapi berbagai masalah pada anak, misalnya dalam pemberian makanan pada anak antara lain meliputi kualitas makanan, kuantitas makanan, saat dan jadwal pemberian makanan serta cara memberikan makanan (Soenardi, 2007). Hal tersebut akan berpengaruh pada status gizi balita yang menjadi bagian dari asuhan seorang ibu.
Ibu Lenanti tidak mengalami kesulitan dalam hal memberi makan kepada Nayla. Berdasarkan hasil pengukuran antropometri bahwa Nayla memiliki status gizi yang baik/normal. Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan yang positif antara tingkat konsumsi energi dan pola asuh makan terhadap status gizi balita, yaitu dimana semakin baik tingkat konsumsi dan pola asuh makan balita maka semakin baik pula status gizi balita. Berdasarkan pebelitian Lonika (2010) menyatakan terdapat hubungan positif antara pengetahuan ibu tentang gizi pada balita dengan status gizi balita, ibu berpengetahuan baik cenderung memiliki balita yang berstatus gizi baik dan sebaliknya.
b.        Sikap Ibu Terhadap Gizi
Sikap ibu responden terkait dengan gizi memang sudah cukup baik dan berbanding lurus dengan status gizi Nayla yang baik. Menurut penelitian Wijayanto (2012) faktor lain yang dapat mempengaruhi status gizi anak balita adalah sikap. Sikap melambangkan sejauh mana kesadaran seorang ibu terhadap kepentingan untuk merawat anak balita dalam kandungan, pelayanan kesehatan, persediaan makanan di rumah.




BAB V  KESIMPULAN DAN SARAN


5.1         Kesimpulan

1.        Status gizi Nayla berdasarkan indeks BB/U maka Nayla termasuk dalam kategori gizi baik yaitu terletak diantara -2 SD sampai dengan 2 SD. Status gizi Nayla berdasarkan indeks PB/U maka Nayla termasuk dalam kategori tinggi yaitu normal. Berdasarkan indeks BB/PB maka Nayla termasuk dalam kategori normal yaitu terletak diantara -2 SD sampai dengan 2 SDStatus gizi Nayla berdasarkan IMT/U maka Nayla termasuk dalam kategori normal yaitu terletak diantara -2 SD sampai dengan 2 SD. Dan juga status gizi pada Ibu Lenanti berdasarkan IMT/U maka ibu Nayla termasuk dalam kategori normal.
2.    Persentase pemenuhan kebutuhan energi, protein dan karbohidrat pada Nayla dari hasil perhitungan masuk dalam kategori lebih dengan persentase yaitu energi sebesar 114,36%, protein sebesar 188 %, karbohidrat sebesar 110,90 % dan lemak dalam kategori baik sebesar 100 %. Sedangkan persantese pemenuhan kebutuhan energi, protein, lemak dan karbohidrat pada ibu Lenanti dikategorikan kurang dengan persentase energi sebesar 48,31%, protein sebesar 56,14 %, lemak sebesar 45,22% dan karbohidrat sebesar 65,66 %.
3.    Pengetahuan Ibu Nayla selaku ibu Nayla terhadap gizi sudah baik dapat dilihat dari status gizi Nayla yang dikategorikan dalam gizi baik. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap ibu responden yang baik mempengaruhi status gizi anak.

5.2         Saran

1.        Bagi Mahasiswa
Sebaiknya mahasiswa terlebih dahulu memahami dengan baik cara pengukuran penilaian status gizi seperti penggunaan pengukuran sehingga pada saat praktikum dilaksanakan lebih cepat dalam pengukurannya.
2.        Bagi Responden
Sebaiknya responden lebih memperhatikan status gizi balitanya dan juga keluarga dalam mengontrol asupan makanan khususnya dalam takaran atau porsi makan sesuai dengan gizi seimbang dan sesuai kebutuhan anak maupun keluarga.

DAFTAR PUSTAKA


Almatsier, S. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.  Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
__________.2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.  Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Baliwati. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi, Cetakan 1. Jakarta : Penerbit Swadaya.
Budiyanto. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang : UMM Press.
Departemen Kesehatan RI. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Depkes RI. Jakarta.
Gibson, R. S. 2005. Principle of Nutritional and Assessment. New York : Oxford University Press.
Hartono A. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta: EGC.
Hartriyanti dan Triyanti. 2007. Penilaian Status Gizi : Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat. FKM UI. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada.
Keputusan Manteri Kesehatan RI, No. 1995 Tahun 2010 Standar Antropometri Penilaian Stattus Gizi Anak. 30 Desember 2010.  Menteri Kesehatan RI. Jakarta.
Kharismawati, Ririn. 2010. Hubungan Tingkat Asupan Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat, dan Serat dengan Status Obesitas pada Siswa SD. Program Studi Ilmu Gizi UNDIP.
Lonika, Anggia. 2010. “Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Status Gizi Balita”. Skripsi. Padang : Universitas Andalas.
Moehji, S. 2003. Ilmu Gizi 2. Jakarta : Penerbit Papas Sinar Sinanti
Nurdin, Hasmini. 2012. “Hubungan Riwayat Pemberian ASI Eksklusif dengan Status Gizi Bayi Umur 6-12 Bulan di Puskesmas Perawatan MKB Lompoe Kota Parepare”. Skripsi. Jakarta : Kesehatan Masyarakat UI
Sandjaja, Basuki B., Rina H., 2010. Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta : Kompas Penerbit Buku.
Soehardjo, 2005. Perencanaan Pangan Dan Gizi. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Supariasa I. D. N., B. Bakri., dan I. Fajar. 2012. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC.
Surbakti, S. 2010. “Asupan Bahan Makanan dan Gizi bagi Atlit Renang”.Jurnal Ilmu Keolahragaan. 8 (2). Hal. 113.
Susilowati. 2008. Pengukuran Status Gizi dengan Antropometri Gizi.CV Trans Info Media : Jakarta
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.

No comments:

Post a Comment

[INFO] Panduan Pendaftaran SSCN Sekolah Kedinasan 2019

Sekolah Kedinasan - Gambaran Tentang Pendaftaran SSCN Tahun 2019 Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh dalam kesempatan ini, say...