LAPORAN
PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN
SURVEI
KONSUMSI PANGAN
Oleh
:
VIVIE
TIFANA DEWI
(20162123051)
PRODI
DIII GIZI JURUSAN GIZI
POLITEKNIK
KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN PONTIANAK
TAHUN
2018
LEMBAR PENGESAHAN
Pembimbing
PBL SKP
Prodi D III Jurusan Gizi
Prodi D III Jurusan Gizi
(....................................................)
Riri
Ariani, S.Gz
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Tuhan YME, karena dengan karunia-Nya saya dapat menyelesaiakan laporan Praktek
Belajar Lapangan yang berjudul “Survei Konsumsi Pangan”. Meskipun banyak hambatan yang saya alami
dalam proses pengerjaannya, tapi saya bersyukur karena telah berhasil
menyelesaikan laporan ini.
Tidak lupa saya ucapkan terima kasih
kepada dosen pengampu mata kuliah SKP yang telah membantu dan membimbing saya
dalam mengerjakan laporan ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada
teman-teman yang juga sudah memberi kontribusi baik langsung maupun tidak
langsung dalam pembuatan laporan ini. Oleh karena itu, kami
berharap semoga laporan ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi kita
bersama.
Saya menyadari bahwa dalam menyusun
laporan Praktek Belajar Lapangan ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu
saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
sempurnanya laporan ini. Saya berharap semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi
penyusun laporan khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Pontianak, 8 Mei 2018
Vivie Tifana Dewi
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah gizi dapat
diartikan sebagai proses dari organisme dalam menggunakan bahan makanan melalui
proses pencernaan, penyerapan, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan
pembuangan, yang dipergunakan untuk pemeliharaan hidup, pertumbuhan fungsi
organ tubuh dan produksi serta menghasilkan energi (Supariasa, 2012). Gizi
merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan
keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat keadaan
gizi normal tercapai bila kebutuhan zat gizi optimal terpenuhi. Tingkat gizi
seseorang dalam suatu masa bukan saja ditentukan oleh konsumsi zat gizi pada
masa lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002).
Status gizi merupakan
faktor yang terdapat dalam level individu (level yang paling mikro). Status
gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat
gizi. Status gizi dibedakan menjadi tiga yaitu status gizi buruk, gizi kurang,
gizi baik dan gizi. Status gizi baik atau optimal terjadi bila tubuh memperoleh
cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien sehingga memungkinkan
pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum
(Almatsier, 2009).
Berdasarkan data
Pemantauan Status Gizi (PSG) 2015 terdapat 404 Kabupaten atau Kota di Indonesia
memiliki gizi balita akut dan kronis. Riset PSG 2015 pada September hingga
Desember 2015 di 496 Kabupaten atau Kota dengan data dari 165.523 anak balita
sedangkan riset PSG 2014 di 150 Kabupaten atau Kota dengan data dari 39.168
balita. Status gizi buruk balita menurut indeks berat badan 2015 mencapai 3,8%,
turun dari 2014 sebesar 4,7%. Sedangkan status gizi balita pendek 2015 sebesar
10,1% dan pada tahun 2014 sebesar 10,9%. Penurunan tersebut karena adanya upaya
perbaikan gizi spesifik atau penangan gizi secara langsung, seperti pemberian
makanan tambahan, dan penanganan gizi tidak langsung seperti penyediaan air
bersih yang dilakukan oleh Pemerintah (Kemenkes, 2016).
Perkembangan anak
akan optimal bila interaksi sosial berjalan sesuai dengan kebutuhan anak pada
setiap tahap perkembangannya (Soetdjiningsih, 2012). Idealnya proses tumbuh
kembang anak balita didampingi oleh kedua orang tuanya secara utuh bersama.
Keluarga yang stabil dan berfungsi baik, terdiri dari dua orang tua beserta
anak, berpotensi memberikan keamanan dan dukungan dalam menciptakan lingkungan
pengasuhan yang optimal bagi tumbuh kembang anak (American Academic of
Pediatric, 2003; Thomas at al, 2007).
Satus
gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh digunakan secara efisien,
sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan
kesehatan secara umum pada tingkat yang setinggi mungkin. Penilaian status gizi
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penilaian status gizi secara langsung dan
tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi
empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Penilaian
status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu survei konsumsi
makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Prinsip dari metode food
recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang
dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Untuk survei konsumsi gizi individu
lebih disarankan menggunakan recall 24 jam konsumsi gizi dikarenakan dari sisi
kepraktisan dan kevalidan data masih dapat diperoleh dengan baik selama yang
melakukan terlatih. Metode ini cukup akurat, cepat pelaksanaannya, murah,
mudah, dan tidak memerlukan peralatan yang mahal dan rumit. Ketepatan
menyampaikan ukuran rumah tangga (URT) dari pangan yang telah dikonsumsi oleh
responden, serta ketepatan pewawancara untuk menggali semua makanan dan
minuman yang dikonsumsi responden beserta ukuran rumah tangga
(URT) (Hartono, 2006).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui status gizi dan mendapatkan informasi
tentang makanan yang sebenarnya dimakan 24 jam lalu oleh masyarakat di RT 005/RW 026 di Siantan Hulu, Pontianak
Utara, Kalimantan Barat.
1.2.2 Tujuan Khusus
a.
Untuk mengetahui status gizi dan tingkat
kecukupan Balita
b.
Untuk mengetahui status gizi dan tingkat
kecukupan Ibu Menyusui
1.3 Manfaat Kegiatan
1.3.1
Manfaat untuk Masyarakat
Agar masyarakat mengetahui status gizi dan rata-rata kecukupan
melalui pola konsumsi tiap hari.
1.3.2
Manfaat untuk Penulis
a.
Agar dapat menerapkan ilmu dalam bidang kesehatan khususnya di bidang
gizi
b.
Mengetahui status gizi dan tingkat kecukupan masyarakat RT 005/RW 026 di
Siantan Hulu, Pontianak Utara, Kalimantan Barat
c.
Memenuhi tugas Praktek Belajar Lapangan mata kuliah Survei Konsumsi
Pangan dan melalui praktek tersebut mempermudah mahasiswa dalam pembuatan
laporan.
1.3.3
Manfaat Untuk Perguruan Tinggi
Agar Politeknik Kesehatan Pontianak lebih dikenal dalam perananya
membangun Kesehatan Masyarakat di Kota Pontianak, Kalimantan Barat.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Ibu Menyusui
Karakteristik ibu
menyusui yang meliputi pekerjaan, sikap dan pengetahuan ibu menyusui dapat
sebagai faktor penentuan pemberian ASI terutama ASI eksklusif.
Adapun faktor
sebagai penentuan pemberian ASI eksklusif adalah :
a.
Pekerjaan
Kesibukan dengan pekerjaan, sering sekali membuat seorang
ibu lupa dan tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Walaupun kepada ibu
telah diajarkan bagaimana mempertahankan produksi ASI, yaitu dengan memompa ASI
peras / perahnya selama ibu bekerja dan malam hari lebih sering menyusui.
Ternyata ibu yang bekerja, lebih cepat memberikan susu botol. Alasan yang
dipakai ialah supaya membiasakan bayi menyusu dari botol bila nanti ditinggal
bekerja. Masalah ibu yang bekerja memang terdapat hampir di seluruh dunia,
kecuali di negara-negara Skandinavia dimana ibu mendapat cuti selama masih
menyusui bayinya (Suharyono dkk,1992).
Dalam pemberian ASI terutama ASI eksklusif, masalah yang
prinsipil adalah bahwa ibu-ibu membutuhkan bantuan informasi yang mendukung
sehingga menambah pengetahuan ibu serta keyakinan ibu bahwa mereka dapat
menyusui bayinya secara eksklusif, tugas ini akan berdampak positif bila
petugas kesehatan berpengetahuan yang cukup tentang memberikan informasi yang
diperlukan oleh ibu menyusui (Harianja, 2002).
b.
Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup
dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2003). Menurut
Newcomb yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), bahwa sikap itu merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, bukan pelaksanaan motif tertentu.
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu :
1) Menerima.
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan (objek).
2) Merespon.
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang
diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
3) Menghargai.
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah
suatu indikasi sikap.
4) Bertanggung
jawab. Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.
c.
Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan adalah merupakan
hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap
suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang.
Adapun pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif
adalah :
1) Tahu
(know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima.
2) Memahami,
diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek
yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi-materi tersebut secara
benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap objek yang
dipelajari.
3) Aplikasi,
diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi sebagai penggunaan hukumhukum, rumus,
metode, prinsip dalam konteks situasi yang lain.
4) Analisis.
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja, menggambarkan bagan, membedakan, memisahkan dan
mengelompokkan.
5) Sintesis.
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain
sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasiformulasi yang ada,
misalnya : dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan terhadap
suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6) Evaluasi.
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek.
2.2 Karakteristik Balita
Karakteristik Balita Septiari (2012) menyatakan
karakteristik balita dibagi menjadi dua yaitu:
a. Anak
usia 1-3 tahun
Usia 1-3 tahun
merupakan konsumen pasif artinya anak menerima makanan yang disediakan orang
tuanya. Laju 7 pertumbuhan usia balita lebih besar dari usia prasekolah,
sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif besar. Perut yang lebih kecil
menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam sekali makan lebih
kecil bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih besar oleh sebab itu,
pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering.
b. Anak
usia prasekolah (3-5 tahun)
Usia 3-5 tahun anak
menjadi konsumen aktif. Anak sudah mulai memilih makanan yang disukainya. Pada
usia ini berat badan anak cenderung mengalami penurunan, disebabkan karena anak
beraktivitas lebih banyak dan mulai memilih maupun menolak makanan yang
disediakan orang tuanya.
2.2 Status Gizi
Status
gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak yang diindikasikan
oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan
yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien.
Penelitian status gizi merupakan
pengukuran yang didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan
riwayat diit. Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) Salah satu
contoh penilaian ststus gizi dengan antropometri adalah Indeks Massa Tubuh.
Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan alat atau cara
yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan
berat badan. Berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit
infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit
degeneratif. Oleh karena itu, mempertahankan berat badan normal memungkinkan
seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang. Pedoman
ini bertujuan memberikan penjelasan
tentang cara-cara yang dianjurkan untuk mencapai berat badan normal berdasarkan
IMT dengan penerapan hidangan sehari-hari yang lebih seimbang dan cara lain
yang sehat. Untuk memantau indeks masa tubuh orang dewasa digunakan
timbangan berat badan dan pengukur
tinggi badan. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur > 18 tahun dan
tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan.
Untuk
mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut
IMT =
Tabel 2.1 Kategori Status Gizi
Kategori
|
Status Gizi
|
Gizi
Kurang
|
<18,5
|
Gizi
Normal
|
18,5
– 22,9
|
Gizi
Lebih
|
>23
|
Obesistas
|
25
– 29
|
Obesitas
II
|
>30
|
2.3 Penilaian Status Gizi
Penilaian
status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari data yang diperoleh dengan
menggunakan berbagai macam cara untuk menemukan suatu populasi atau individu
yang memiliki risiko status gizi kurang maupun gizi lebih (Hartriyanti dan
Triyanti, 2007). Penilaian status gizi terdiri dari dua jenis, yaitu :
1.
Penilaian
Langsung
a.
Antropometri
Antropometri merupakan salah satu cara penilaian
status gizi yang berhubungan dengan ukuran tubuh yang disesuaikan dengan umur
dan tingkat gizi seseorang. Pada umumnya antropometri mengukur dimensi dan
komposisi tubuh seseorang (Supariasa, 2012). Metode antropometri sangat berguna
untuk melihat ketidakseimbangan energi dan protein. Akan tetapi, antropometri
tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi zat-zat gizi yang spesifik
(Gibson, 2005).
Ukuran-ukuran antropometri bisa berdiri sendiri untuk
menentukan status gizi dibanding baku atau berupa indeks dengan membandingkan
ukuran lainnya seperti BB/U, BB/TB, TB/U dan IMT/U (Sandjaja, 2010). Pemakaian
antropometri yang digunakan untuk penilaian status gizi disajikan dalam bentuk
indeks yang dikaitkan dengan variabel lain. Variabel tersebut yaitu :
1)
Umur
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status
gizi, kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah.
Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak
berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang
sering muncul adalah adanya kecenderunagn untuk memilih angka yang
mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur anak
perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1
bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan
penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan ( Depkes, 2004).
2)
Berat
badan
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang
terpenting dan paling sering digunakan. Berat badan menggambarkan jumlah
protein, lemak, air, dan mineral pada tulang. Berat badan seseorang sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : umur, jenis kelamin, aktifitas
fisik, dan keturunan. Berat badan merupakan salah satu ukuran antropometri yang
memberikan gambaran masa tubuh (otot dan lemak) (Supariasa, 2012).
Alat yang digunakan di lapangan sebaiknya memenuhi
beberapa persyaratan:
a)
Mudah
digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat lain.
b)
Mudah
diperoleh dan relatif murah harganya.
c)
Ketelitian
penimbangan sebaiknya maksimum 0,1 kg
d)
Skala
mudah dibaca.
e)
Cukup
aman untuk menimbang anak balita.
Alat yang memenuhi persyaratan dan dianjurkan untuk
menimbang anak balita adalah dacin (Supariasa, 2012).
3)
Tinggi
badan
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan
keadaan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh
bersamaan dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan, tidak seperti
berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah defisiensi gizi dalam
waktu pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan baru akan
tampak pada saat yang cukup lama. Pengukuran tinggi badan untuk balita yang
sudah dapat berdiri dilakukan dengan alat pengukur tinggi “mikrotoa” (Microtoise)
yang mempunyai ketelitian 0,1 cm (Supariasa, 2012).
Tabel 2.2 Indikator Status Gizi Anak Umur 0-60 Bulan Menurut Standar WHO 2005
No
|
Indeks
yang dipakai
|
Batas
Pengelompokan
|
Sebutan
Status Gizi
|
1
|
BB/U
|
< -3 SD
|
Gizi buruk
|
- 3 s/d <-2 SD
|
Gizi kurang
|
||
- 2 s/d +2 SD
|
Gizi baik
|
||
> +2 SD
|
Gizi lebih
|
||
2
|
PB/ U atau TB/U
|
< -3 SD
|
Sangat Pendek
|
- 3 s/d <-2 SD
|
Pendek
|
||
- 2 s/d +2 SD
|
Normal
|
||
> +2 SD
|
Tinggi
|
||
3
|
BB/TB atau BB/PB
|
< -3 SD
|
Sangat Kurus
|
- 3 s/d <-2 SD
|
Kurus
|
||
- 2 s/d +2 SD
|
Normal
|
||
> +2 SD
|
Gemuk
|
||
4
|
IMT/ U
|
< -3 SD
|
Sangat Kurus
|
- 3 s/d <-2 SD
|
Kurus
|
||
- 2 s/d +2 SD
|
Normal
|
||
> +2 SD
|
Gemuk
|
Sumber
: Standar WHO 2005 SK Menkes RI No. 1995/ Menkes/ SK/ XII/ 2010
Status gizi berdasarkan rujukan WHO-NCHS dan kesepakatan
Cipanas 2000 oleh para pakar Gizi dikategorikan seperti diperlihatkan
pada tabel 1 diatas serta di interpretasikan berdasarkan gabungan tiga indeks
antropometri seperti yang terlihat pada tabel Kategori Interpretasi Status Gizi
Berdasarkan Tiga Indeks.
Tabel 2.3 Kategori Interpretasi Status Gizi Berdasarkan Tiga Indeks (BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS)
No.
|
Indeks
Antropometri
|
Keterangan
|
||
BB/U
|
TB/U
|
BB/TB
|
||
1
|
Baik
|
Pendek
|
Gemuk
|
Kronis-Gemuk
|
2
|
Lebih
|
Pendek
|
Gemuk
|
Kronis-Gemuk
|
3
|
Baik
|
Normal
|
Gemuk
|
Gemuk
|
4
|
Lebih
|
Normal
|
Gemuk
|
Tidak kronis –
gemuk
|
5
|
Lebih
|
Normal++
|
Normal
|
gizi baik, tidak
akut/kronis
|
6
|
Lebih
|
Normal
|
Gemuk
|
Gemuk
|
7
|
Lebih
|
Normal
|
Normal
|
Baik
|
8.
|
Baik
|
Pendek
|
Normal
|
Kronis
|
9
|
Baik
|
Normal
|
Normal
|
gizi baik, tidak
akut/kronis
|
10
|
Baik
|
Normal
|
Normal
|
Baik
|
11
|
Kurang
|
Pendek
|
Normal
|
Kronis - tidak akut
|
12
|
Kurang
|
Normal
|
Normal
|
Baik
|
13
|
Baik
|
Normal
|
Kurus
|
Akut
|
14
|
Baik
|
Normal++
|
Kurus
|
Tidak kronis – akut
|
15
|
Kurang
|
Pendek
|
Kurus
|
Kronis-Akut
|
16
|
Kurang
|
Normal
|
Kurus
|
Tidak kronis – akut
|
17
|
Kurang
|
Normal
|
Kurus
|
Akut
|
Sumber: Depkes RI, 2004
Keterangan untuk ketiga indeks (BB/U,TB/U, BB/TB):
1.
Rendah : < -2 SD Standar Baku
Antropometri WHO-NCHS
2.
Normal : -2 s/d +2 SD Standar Baku
Antropometri WHO-NCHS
3.
Tinggi : > + 2 SD Standar
Baku Antropometri WHO-NCHS
(Sumber : Depkes RI , 2004).
b.
Klinis
Pemeriksaan klinis merupakan cara penilaian status
gizi berdasarkan perubahan yang terjadi yang berhubungan erat dengan kekurangan
maupun kelebihan asupan zat gizi. Pemeriksaan klinis dapat dilihat pada
jaringan epitel yang terdapat di mata, kulit, rambut, mukosa mulut, dan organ
yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid (Hartriyanti dan
Triyanti, 2007). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda
klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Pemeriksaan fisik
yang digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang yaitu seperti
tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit
(Susilowati, 2008).
c.
Biokimia
Pemeriksaan biokimia merupakan pemeriksaan spesimen
yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan.
Jaringan tubuh yang digunakan antara lain darah, urin, tinja, dan juga beberapa
jaringan tubuh seperti hati dan otot. Pemeriksaan ini digunakan untuk
peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah
lagi (Susilowati, 2008).
d.
Biofisik
Pemeriksaan biofisik merupakan salah satu penilaian
status gizi dengan melihat kemampuan fungsi jaringan dan melihat perubahan
struktur jaringan yang dapat digunakan dalam keadaan tertentu, seperti kejadian
buta senja (Supariasa, 2012). Penggunaan metode biofisik dapat digunakan dalam
situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night
blindness). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi (Nurdin, 2012).
2.
Penilaian
Tidak Langsung
a.
Survei
Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan merupakan salah satu penilaian
status gizi dengan melihat jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh
individu maupun keluarga. Data yang didapat dapat berupa data kuantitatif
maupun kualitatif. Data kuantitatif dapat mengetahui jumlah dan jenis pangan
yang dikonsumsi, sedangkan data kualitatif dapat diketahui frekuensi makan dan
cara seseorang maupun keluarga dalam memperoleh pangan sesuai dengan kebutuhan
gizi (Baliwati, 2004).
Penggunaan metode dengan pengumpulan data konsumsi
makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada
masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasi kelebihan
dan kekurangan zat gizi.Ada dua metode untuk mengukur konsumsi makanan tingkat
individu, yaitu metode kuantitatif dan metode kualitatif.
b.
Statistik
Vital
Statistik vital merupakan salah satu metode penilaian
status gizi melalui data-data mengenai statistik kesehatan yang berhubungan
dengan gizi, seperti angka kematian menurut umur tertentu, angka penyebab
kesakitan dan kematian, statistik pelayanan kesehatan, dan angka penyakit
infeksi yang berkaitan dengan kekurangan gizi (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).
c.
Faktor
Ekologi
Penilaian status gizi dengan menggunakan faktor
ekologi karena masalah gizi dapat terjadi karena interaksi beberapa faktor
ekologi, seperti faktor biologis, faktor fisik, dan lingkungan budaya.
Penilaian berdasarkan faktor ekologi digunakan untuk mengetahui penyebab
kejadian gizi salah (malnutrition) di suatu masyarakat yang nantinya
akan sangat berguna untuk melakukan intervensi gizi (Supariasa, 2012).
2.4 Metode Recall 24 Jam
24 hour Food Recall (recall 24
jam) merupakan metode yang paling sederhana dan mudah dilakukan yaitu dengan
meminta responden untuk mengingat seluruh makanan yang dikonsumsi dalam 24 jam
sebelumnya. Hal penting yang perlu diketahui bahwa dengan recall 24
jam data yang diperoleh cenderung lebih bersifat kualitatif. Oleh karena itu,
untuk mendapatkan data kuantitatif maka jumlah konsumsi makanan individu
ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat Ukuran Rumah Tangga (URT)
seperti sendok, gelas, piring dan lain-lain atau ukuran lainnya yang biasa
dipergunakan sehari-hari (Supariasa, 2012).
Petugas melakukan konversi dari URT ke dalam ukuran
berat (gram). Dalam menaksir/memperkirakan ke dalam ukuran berat (gram)
pewawancara menggunakan alat bantu seperti contoh URT atau dengan menggunakan
model dari makanan (food model). Setelah itu menganalisis bahan makanan
ke dalam zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan
(DKBM).Selanjutnya membandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi yang diAnjurkan
(DKGA) atau Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk Indonesia.
1.
Tujuan metode recall 24 jam adalahsebagai berikut:
Untuk mendapatkan informasi tentang makanan
yang sebenarnya dimakan 24 jam lalu.
Makanan dapat berupa makanan utama dan makanan selingan serta minuman yang
nyata dimakan 24 jam yang lalu.
a.
Untuk mengetahui rata-rata asupan dari masyarakat dengan catatan sampel
harus betul-betul mewakili suatu populasi.
b.
Untuk menegetahui tingkat konsumsi energi dan zat-zat gizi tertentu. Zat
gizi yang umum diketahui yaitu yang dapat menggambarkan kualitas dan kuantitas
makanan seperti Energi (Karbohidrat) dan protein. Disamping itu pula dapat
ditentukan konsumsi lemak, vitamin, dan mineral.
2.
Langkah - langkah pelaksanaan recall 24 jam antara lain :
a.
Responden mengingat semua makanan dan minuman yang dimakan 24 jam yang
lalu.
b.
Responden menguraikan secara mendetail masing - masing bahan makanan
yang dikonsumsi seperti bahan makanan atau makanan jadi. Mulai dari makan pagi,
makan siang, makan malam, dan berakhir sampai akhir hari tersebut.
c.
Responden memperkirakan ukuran porsi yang dimakan, sesuai dengan ukuran
rumah tangga yang biasa digunakan, antara lain dengan menggunakan food model
makanan, atau foto - foto, bahan makanan asli dan alat - alat makan.
d.
Pewawancara dan responden mengecek/mengulangi kembali apa yang dimakan
dengan cara mengingat kembali.
e.
Pewawancara mengubah ukuran porsi menjadi setara seukuran gram.
3.
Kelebihan Metode Recall 24 jam
a.
Mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebani responden
b.
Biaya relatif murah, karena tidak memerlukan peralatan khusus dan tempat
yang luas untuk wawancara.
c.
Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden.
d.
Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf.
e.
Dapat memberikan gambaran nyata yang benar - benar dikonsumsi individu
sehigg dapat dihitung asupan energy dan zat gizi sehari
4.
Kelemahan Metode Recall 24 jam
a.
Tidak dapat menggambarkan asupan makan sehari-hari, bila hanya dilakukan
recall satu hari.
b.
Ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat reponden. Oleh karena
itu,responden harus mempunyai daya ingat yang baik, sehingga metode ini tidak
cocok dilakukan pada anak usia di bawah 7 tahun, orang tua berusia di atas 70
tahun dan orang yang hilang ingatan atau orang yang pelupa.
c.
The flat slope syndrom, yaitu kecenderungan bagi responden yang
kurus untuk melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate) dan bagi responden yang gemuk cenderung melaporkan
lebih sedikit.
d.
Responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan
penelitian.
e.
Untuk mendapat gambaran konsumsi makanan sehari-hari recall jangan
dilakukan pada saat panen, hari pasar, hari akhir pekan, pada saat melakukan
upacara-upacara keagamaan, selamatan dan lain-lain.
5.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari metode recall 24 jam dapat
digunakan dalam skala nasional, rumah tangga, dan individu. Di tempat pelayanan
kesehatan seperti rumah sakit, metode ini paling uumum digunakan untuk
mengetahui asupan makanan/zat gizi pasien. Bagian juga skala nasional. Riset
dalam skala nasional seperti riset kesehatan dasar untuk mengetahui asupan zat
gizi selalu menggunakan metode recall 24 jam.
6.
Alat dan Bahan
Untuk mendapatkan data yang akurat,
diperlukan alat dan bahan dalam survei konsumsi dengan metode recall 24 jam,
antara lain:
a.
Timbangan makanan, dengan ketelitian/skala 1 gram.
b.
Model makanan (food makanan)
c.
Ukuran rumah tangga (URT)
d.
Bahan makanan asli
e.
Foto bahan makanan
f.
Daftar komposisi bahan makanan (DKBM)
g.
Angka kecukupan gizi (AKG) untuk orang Indonesia
h.
Daftar bahan makanan penukar (DBMP)
i.
Daftar kandungan zat gizi makanan jajanan (DKG)
j.
Daftar konversi berat mentah masak (DKMM)
k.
Daftar konversi penyerapan minyak (DKPM)
l.
Daftar taksiran komposisi air susu ibu (ASI).real food)
2.5 Tingkat Kecukupan Konsumsi Zat Gizi
1. Kebutuhan Gizi
Gerakan
tubuh saat melakukan olahraga dapat terjadi karena otot berkontraksi. Olahraga aerobik dan anaerobik,
keduanya memerlukan asupan energi.namun, penetapan kebutuhan energi secara
tepat tidak sederhana dan sangat sulit.perkembangan ilmu pengetahuan sekarang
hanya dapat menghitung kebutuhan energi berdasarkan energi yang
dikeluarkan.Besarnya kebutuhan energi tergantung dari energi yang digunakan
setiap hari. Kebutuhan energi dapat dihitung dengan memperhatikan beberapa
komponen penggunaan energi.
Komponen-komponen tersebut yaitu: (1) basal metabolic rate (BMR), (2) spesific
dynamic action (SDA), (3) aktifitas fisik dan faktor pertumbuhan.
Setiap
orang perluh jumlah makanan (zat gizi) yang berbeda-bada tergantung usia, berat
badan, jenis kelamin, oktivitas fisik, kondisi lingkungan, dan keadaan
tertentu. Kebutuhan makanan tiap-tiap orang dapat dilihat pada table AKG atau
RDA. Proporsi makanan sehat berimbang terdiri atas 60-70% karbohodrat 20-25%
lemak dan protein 10-15%.
a.
Kebutuhan Karbohidrat
1)
Orang dewasa dengan aktivitas sedang memerlukan karbohidrat rata-rata
8-12 gram/kgBB/hari, sedangkan kebutuhan minimal 10-100 gram/hari, untuk
mencegah ketosis.
2)
Pekerja berat termasuk olahragawan memerlukan karbohidrat 9-10
gram/kgBB/hari atau 70% dari kebutuhan energy
3)
Sebaikknya mengkonsumsi karbohidrat kompleks, sebab selain mengandung
energy tinggi, juga mengandung zat gizi lain. Missal : 100 gram besar giling
kandungan karbohidrat 78,9 gram, protein 6,8 gram, lemak 0,7 gram dll.
b.
Kebutuhan Lemak
1)
Untuk memeihara keseimbangan fungsinya, tubuh perluh lemak 0,5-1
gram/kgBB/hari
2)
Peningkatan metabolisme lemak selama aktivitas olahraga yang lama mempunyai
efek melindungi pemakaian glikogen (Glikogen Sparing Efek) dan memperbaiki
kapasitas ketahanan fisik
3)
Walaupun demikian konsumsi energy dari lemak dianjurkan tidak melebihi
30% total energy/hari.
c.
Kebutuhan Vitamin & Mineral
1)
Untuk mempertahankan status hidrasi, setiap orang dalam sehari
rata-rata perluh 2500 ml air jumlah
tersebut setara dengan cairan yang dikeluarkan oleh tubuh baik berupa keringat
uap air, maupun cairan yang dikeluarkan oleh tinja
2)
Dalam keadaan sehari-hari tubuh akan selalu mempertahankan keseimbangan
cairan normal (euhydration) sehingga bilah keadaan cairan berlebih (hyperhidration) maka akan terjadi
proses pengurangan cairan (dehydration).
2. Asupan Zat Gizi
Asupan
gizi yang baik sangat penting bagi pekerja. Asupan zat gizi merupakan jumlah
zat gizi yang masuk melalui konsumsi makanan sehari-hari untuk memperoleh
energi guna melakukan kegiatan fisik sehari-hari (Suharjo, 1999). Kekurangan
zat gizi pada makanan yang dikonsumsi tenaga kerja akan membawa akibat buruk
pada tubuh pekerja seperti: pertahanan tubuh terhadap penyakit menurun, kemampuan fisik kurang,
berat badan menurun, badan menjadi kurus, muka pucat, kurang bersemangat,
kurang motivasi, bereaksi lamban dan lain-lain (Wisnoe, 2005). Asupan zat gizi
pekerja diperoleh dari makanan yang dikonsumsi pekerja setiap hari. Makanan
yang dikonsumsi pekerja akan mengalami
proses pencernaan di dalam alat pencernaan. Makanan tersebut akan diuraikan
menjadi zat gizi lalu diserap melalui dinding usus dan masuk ke dalam cairan
tubuh.
Fungsi
umum dari zat gizi antara lain (Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia, 2007) :
1)
Sebagai sumber penghasil energi atau tenaga
2)
Menyumbang pertumbuhan badan
3)
Memelihara jaringan tubuh, mengganti sel yang rusak;
4)
Mengatur metabolisme, keseimbangan air, mineral dan asam - basa di dalam
cairan tubuh
5)
Berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap penyakit sebagai
antibodi dan antitoksin.
3. Tingkat Kecukupan
Angka
kecukupan gizi (AKG) adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang
diperlukan untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua penduduk menurut kelompok umur, jenis
kelamin, dan kondisi fisiologis, seperti kehamilan dan menyusui. Konsep
kecukupan energi kelompok penduduk
adalah nilai rata-rata kebutuhan, sedangkan pada kecukupan protein dan zat gizi
lain adalah nilai rata-rata kebutuhan ditambah dengan 2 kali simpangan baku(2
SD). Kegunaan Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan adalah sebagai berikut.
1)
Untuk menilai kecukupan gizi yang telah dicapai melalui konsumsi,
makanan bagi penduduk/golongan masyarakat tertentu yang didapatkan dari hasil
survei gizi/makanan
2)
Untuk merencanakan pemberian makanan tambahan balita maupun untuk perencanaan institusi
3)
Untuk merencanakan penyediaan pangan tingkat regional maupun nasional;
4)
Untuk patokan label gizi makanan yang dikemas apabila perbandingan
dengan angka kecukupan gizi diperlukan
5)
Untuk bahan pendidikan gizi.
4. Faktor yang Mempengaruhi Kecukupan Gizi
Di samping kegunaan kecukupan gizi tersebut
yang mempunyai beberapa keterbatasan. Kecukupan gizi dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu sebagai berikut.
a)
Tahap pertumbuhan dan perkembangan tubuh.
b)
Ukuran dan komposisi tubuh.
c)
Jenis kelamin.
d)
Keadaan kesehatan tubuh.
e)
Keadaan fisiologis tubuh.
f)
Kegiatan fisik.
g)
Lingkungan.
h)
Mutu makanan.
i)
Gaya hidup.
Angka kecukupan gizi yang sudah ditetapkan
untuk orang Indonesia meliputi energi, protein, vitamin A, vitamin D, vitamin
E, vitamin K, vitamin C, tiamin, riboflavin, niacin, piridoksin, vitamin B12,
asam folat, kalsium, fosfor, magnesium, besi, seng, iodium, mangan, selenium, dan
fluor. Angka kecukupan energi tingkat nasional yang pada taraf konsumsi 2000
kkal dan taraf persediaan 2200 kkal. Sedangkan angka kecukupan protein tingkat
nasional pada taraf konsumsi 52 gram dan taraf persediaan 57 gram. Kecukupan
gizi untuk pelabelan produk makanan yang dikemas disebut dengan acuan label
gizi (ALG).
2.7 Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
1.
Faktor Langsung
a. Konsumsi Makanan
Konsumsi
makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau
status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang
digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan
otak, kemampuan kerja, dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin.
b. Infeksi
Penyakit
infeksi dan keadaan gizi anak merupakan 2 hal yang saling mempengaruhi. Adanya
infeksi, nafsu makan anak mulai menurun dan mengurangi konsumsi makanannya,
sehingga berakibat berkurangnya zat gizi kedalam tubuh anak. Dampak infeksi
yang lain adalah muntah dan mengakibatkan kehilangan zat gizi (Moehji, 2003).
2.
Faktor
tidak langsung
a.
Tingkat
Pendapatan
Pendapatan
keluarga merupakan penghasilan dalam jumlah uang
yang akan dibelanjakan oleh keluarga dalam bentuk makanan.
Kemiskinan sebagai penyebab gizi kurang menduduki posisi
pertama pada kondisi yang umum. Hal ini harus mendapat
perhatian serius karena keadaan ekonomi ini relatif mudah diukur dan
berpengaruh besar terhadap konsumen pangan. Golongan miskin menggunakan bagian
terbesar dari pendapatan untuk memenuhi kebutuhan makanan, dimana untuk
keluarga di negara berkembang sekitar dua pertiganya (Suhardjo, 2005).
b.
Pengetahuan
Gizi
Pengetahuan
gizi ibu merupakan proses untuk merubah sikap dan perilaku
masyarakat untuk mewujudkan kehidupan yang sehat jasmani
dan rohani. Pengetahuan ibu yang ada kaitannya dengan kesehatan dan
gizi erat hubungannya dengan pendidikan ibu. Semakin
tinggi pendidikan akan semakin tinggi pula pengetahuan akan
kesehatan dan gizi keluarganya. Hal ini akan mempengaruhi kualitas
dan kuantitas zat gizi yang dikonsumsi oleh anggota keluarga ( Soekirman,
2000).
c.
Sanitasi
Lingkungan
Keadaan
sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai jenis
penyakit antara lain diare, kecacingan,dan infeksi saluran pencernaan. Apabila
anak menderita infeksi saluran pencernaan, penyerapan zat-zat gizi akan
terganggu yang menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi. Seseorang kekurangan
zat gizi akan mudah terserang penyakit,dan pertumbuhan akan terganggu
(Supariasa, 2012).
BAB III METODE KEGIATAN
3.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan
ini dilaksanakan pada hari Selasa, 8 Mei 2018 di RT 005/RW 026 Siantan Hulu,
Pontianak Utara, Kalimantan Barat
3.2 Sasaran
Sasaran Kegiatan ad alah masyarakat khususnya
ibu menyusui dan balita RT 005/RW 026 di Siantan Hulu, Pontianak Utara,
Kalimantan Barat
3.3 Alat dan Bahan
1.
Alat
Alat yang digunakan dalam pengumpulan data adalah :
a.
Alat tulis
b.
Surat izin praktek
c.
Lembaran formulir
d.
Foto makanan
e.
Timbangan makanan digital
Timbangan makanan digital adalah untuk mengukur bahan makanan yang
akan dimasak.
f.
Microtoise
Microtoise adalah untuk mengukur badan.
g.
Timbangan digital
Timbangan digital perangkat
pengukuran yang digunakan untuk mengukur berat atau massa suatu benda atau zat.
2.
Bahan yang digunakan pada saat pegumpulan data :
a.
Sabun mandi
b.
Rinso
3.4 Prosedur
1.
Pertama- tama kami meminta izin kepada pak RT untuk melakukan Praktek
ini dengan membawa surat tugas.
2.
Setelah mendapat izin, kami langsung pergi ke rumah warga
3.
Saya mencari ibu menyusui dan balita. Saya mendapatkan ibu menyusui yang
berusia 31 tahun dan anak balitanya yang berumur 3 tahun
4.
Saya meminta izin untuk melakukan recall
ini dan meminta persetujuan kepada ibu tersebut
5.
Ibu ini bersedia, lalu saya bertanya kepada Ibu dimulai dari bangun
tidur apa yang ibu konsumsi dan sampai ibu itu tidur, ibu itu menyebutkan nama
hidangannya, lalu saya mengulang lagi namun dengan menyanyakan bahan-bahannya.
6.
Setelah itu untuk menentukan berat makanan saya menanyakan ke ibu dengan
menggunakan food model.
7.
Setelah beratnya saya mengulang lagi makanan yang ibu konsumsi.
8.
Saya menanyakan juga ke ibu untuk makanan anaknya yang berusia 3 tahun 1
bulan
9.
Setelah itu saya mengukur tinggi badan dan berat badan Ibu dan Anak.
10.
Setelah mengukur dan mencatat, dan data pun sudah lengkap saya
mengucapkan terimakasih kepada ibu dan memberikan bingkisan.
11.
Lalu saya pun pamitan.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Identitas Ibu Menyusui
a.
Nama : Lenanti
b.
Tanggal lahir : 17
November 1987
c.
Umur : 31
tahun
d.
Jenis Kelamin : Perempuan
4.1.2 Identitas Balita
a.
Nama : Nayla Atira Marwa
b.
Tanggal lahir : 07 April
2015
c.
Umur : 3
tahun 1 bulan
d.
Jenis Kelamin : Perempuan
4.1.3 Pemeriksaan Antropomotri
Tabel 4.1 Pemeriksaan Antropometri Ibu dan Balita
BB (kg)
|
TB/PB (cm)
|
Status Gizi (Z-Skor)
|
||||
BB/U
|
TB/U
|
BB/TB
|
IMT/U
|
|||
Anak
|
12
|
92
|
Gizi Baik
|
Normal
|
Normal
|
Normal (14,2)
|
Ibu
|
50
|
152
|
IMT Ibu: 21,6 (Normal)
|
Sumber: Data terolah primer, 2018
Berdasarkan tabel 1.1. Hasil pemeriksaan antropometri
yang didapatkan adalah IMT ibu yaitu 21,6 (normal) dan anak yaitu 14,2 (normal)
4.1.4 Hasil Recall 24 Jam
a.
Ibu Menyusui
Hasil yang didapatkan
dari perhitungan recall makanan 24 jam adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2 Analisis nilai gizi hasil Recall konsumsi makan ibu Lenita selama 24 jam
Waktu
|
Nama Makanan
|
Nama bahan Makanan
|
URT
|
Berat
(gr)
|
Energi (kkal)
|
Protein
(gr)
|
Lemak (gr)
|
KH
(gr)
|
|
Matang
|
Mentah
|
||||||||
Pagi
|
Indomie
goreng
|
Mie
|
2
bks
|
160
|
64
|
225,6
|
7,7
|
1,1
|
45,3
|
Air
putih
|
Air
putih
|
1
gelas sedang
|
180
|
180
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
Siang
|
Nasi
putih
|
Beras
|
2
centong
|
100
|
40
|
360,9
|
6,7
|
0,6
|
79,5
|
Telur
goreng
|
Telur
|
1
butir
|
60
|
54
|
93,1
|
7,6
|
6,4
|
0,7
|
|
Minyak
|
4,8
|
4,8
|
41,4
|
0,0
|
4,8
|
0,0
|
|||
Air
putih
|
Air
putih
|
1
gelas sedang
|
180
|
180
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
Malam
|
Indomie
goreng
|
Mie
|
2
bks
|
160
|
64
|
225,6
|
7,7
|
1,1
|
45,3
|
Biskuit
Gerry
|
Biskuit
|
2
keping
|
9
|
9
|
44,9
|
0,6
|
2,3
|
5,4
|
|
Minuman
GoodDay
|
Minuman
GoodDay
|
1
gelas sedang
|
180
|
180
|
47,3
|
1,8
|
3,6
|
36
|
|
Total
|
1038,8
|
32
|
19,9
|
212,1
|
Sumber: Data Terolah Primer, 2018
Tabel 4.3 Penyerapan minyak ibu Lenanti
No
|
Bahan
|
Berat matang
|
% serapan
|
Hasil
|
1
|
Telur Goreng
|
60
|
8
|
4,8
|
b.
Balita
Hasil yang didapatkan
dari perhitungan recall makanan 24 jam adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4 Analisis nilai gizi hasil Recall konsumsi makan balita Nayla selama 24 jam
Waktu
|
Nama Makanan
|
Nama
bahan Makanan
|
URT
|
Berat (gr)
|
Energi (kkal)
|
Protein
(gr)
|
Lemak (gr)
|
KH
(gr)
|
|
Matang
|
Mentah
|
||||||||
Pagi
|
Nasi Goreng
|
Beras
|
½ centong
|
25
|
90,2
|
1,7
|
0,2
|
19,9
|
|
Minyak
|
4,8
|
41,4
|
0,0
|
4,8
|
0,0
|
||||
Air putih
|
1 gelas sedang
|
180
|
|||||||
Selingan
|
Susu Ultra
|
1 kotak sedang
|
180
|
835
|
38,9
|
34,2
|
92,9
|
||
Better
|
1 keping
|
20
|
96
|
2
|
4,2
|
12,4
|
|||
Siang
|
Promina
|
1 bks
|
20
|
77,4
|
2,8
|
0,2
|
15,6
|
||
Air putih
|
1 gls kcl
|
150
|
|||||||
Malam
|
Nasi putih
|
Beras
|
½ centong
|
25
|
90,2
|
1,7
|
0,2
|
19,9
|
|
Indomie rebus
|
½ bks
|
40
|
56,4
|
1,9
|
0,3
|
11,3
|
|||
Air Putih
|
1 gls kcl
|
150
|
|||||||
Total
|
1286,6
|
48,9
|
44
|
171,9
|
Sumber: Data Terolah Primer, 2018
Tabel 4.5 Penyerapan minyak makan Nayla
No
|
Bahan
|
Berat matang
|
% serapan
|
Hasil
|
1
|
Nasi Goreng
|
30
|
13,6
|
Jadi, berdasarkan hasil recall:
1)
Kalori
yang dikonsumsi ibu sebesar 1038,8 kkal dan anak balita sebesar 1286,6 kkal selama
24 jam
2)
Protein
yang dikonsumsi ibu sebesar 32 gr dan anak balita sebesar 48,9 gr selama 24 jam
3)
Lemak
yang dikonsumsi ibu sebesar 19,9 gr dan
anak balita sebesar 44 gr selama 24 jam
4)
Karbohidrat
yang dikonsumsi ibu sebesar 212,1 gr dan anak balita sebesar 171,9 gr selama 24
jam
Pengukuran recall selanjutnya yaitu
dengan menghitung konsumsi zat gizi individu yang dibandingkan dengan AKG
dengan memperhitungkan berat badan ideal. Berdasarkan rumus berat badan ideal
untuk anak 1-5 tahun yaitu (umur dalam tahun x 2) + 8. Sehingga berat badan
ideal Nayla yaitu = (3 x 2) + 8= 14 kg.
Jadi, berat badan ideal Nayla yaitu 14 kg. Berdasarkan
tabel Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2013, AKG anak umur 1-3 tahun adalah
sebagai berikut :
1)
Berat
Badan (BB) = 13 Kg
2)
Tinggi
Badan (TB) = 91 cm
3)
Energi
= 1125 kkal
4)
Protein
= 26 gram
5)
Lemak
= 44 gram
6)
Karbohidrat
= 155 gram
Berdasarkan tabel
Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2013, AKG dewasa 30-49 tahun adalah sebagai
berikut :
1)
Berat
Badan (BB) = 55 Kg
2)
Tinggi
Badan (TB) = 159 cm
3)
Energi
= 2150 kkal
4)
Protein
= 57 gram
5)
Lemak
= 60 gram
6)
Karbohidrat
= 323 gram
Jadi,
hasil recall dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi untuk memperoleh %
kebutuhan :
-
Ibu Lenita
1)
Energi = 48,31 %
Kategori = Kurang
(Widajanti L, 2009, Survei Konsumsi Gizi, Undip)
2)
Protein = 56,14 %
Kategori = Kurang
(Widajanti L, 2009, Survei Konsumsi Gizi, Undip)
3)
Lemak = 45,22 %
Kategori =
Kurang (Widajanti L, 2009, Survei Konsumsi Gizi, Undip)
4)
Karbohidrat
= 65,66 %
Kategori =
Kurang (Widajanti L, 2009, Survei Konsumsi Gizi, Undip)
-
Nayla
1)
Energi = 114,36 %
Kategori = Lebih
(Widajanti L, 2009, Survei Konsumsi Gizi, Undip)
2)
Protein = 188 %
Kategori =
Lebih (Widajanti L, 2009, Survei Konsumsi Gizi, Undip)
3)
Lemak = 100 %
Kategori = Baik
(Widajanti L, 2009, Survei Konsumsi Gizi, Undip)
4)
Karbohidrat
= 110,90 %
Kategori = Lebih
(Widajanti L, 2009, Survei Konsumsi Gizi, Undip)
4.2 Pembahasan
Berdasarkan
pengamatan dan wawancara dengan kuesioner yang telah dilakukan pada tanggal 8
Mei 2018 di RT
005/RW 026 Siantan Hulu, Pontianak Utara, Kalimantan Barat pada responden ibu menyusui dan balita didapatkan
informasi mengenai status gizi ibu dan balita melalui pemeriksaan antorpometri
yaitu mengukur berat badan, tinggi badan dan penilaian tingkat konsumsi pangan
ibu dan balita melalui form recall makanan 24 jam/sehari
sebelum wawancara..
4.2.1 Pengukuran Antropometri
Hasil
penimbangan berat badan Ibu Lenanti dan Nayla Athira Marwah menggunakan timbangan
digital yaitu berat badan ibu sebesar 50 kg dan balita 12 kg. Berdasarkan hasil
perhitungan, nilai Z-skor pada Nayla dari indeks berat badan menurut umur
(BB/U) adalah kategori gizi baik, PB/U kategori normal, BB/PB kategori normal dan
IMT sebesar 14,2 (normal) sedangkan IMT ibu sebesar 21,6 (normal). Sehingga
gizi Nayla dan ibu masuk dalam kategori gizi baik karena berada pada rentang
skor – < 2 SD sampai dengan 2 SD (Kepmenkes, 2010).
Indikator
BB/U memberikan gambaran masalah gizi yang bersifat umum dan tidak dapat
menggambarkan indikasi masalah gizi kronis atau akut, karena berat badan
berkorelasi positif dengan usia dan tinggi badan. Berdasarkan Kepmenkes (2010) indikator BB/U untuk anak perempuan, status
gizi Nayla tergolong ke dalam kategori gizi baik. Hal ini menunjukkan bahwa
Nayla tidak menderita penyakit yang bersifat
kronis maupun penyakit infeksi (akut).
Pengukuran tinggi badan menggunakan alat
ukur berupa microtoise (dengan berdiri). Kelebihan dari microtoise adalah akurat, tepat dan valid dengan penggunaan
teknik yang standar, mudah dimengerti dan mudah digunakan oleh pengukur, serta
relatif tidak membutuhkan tenaga ahli mempunyai ketelitian 0,1 cm
(Supariasa, 2012). Kekurangan dari microtoise adalah
sulit ketika menempelkan di dinding atau tembok.
Indeks
TB/U (tinggi badan menurut umur), PB/U (panjang badan menurut umur) atau juga indeks BB/TB (Berat Badan menurut
Tinggi Badan) memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari
keadaan kurus kering dan kecil pendek dan keadaan
gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan
lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita (Depkes RI, 2004). Berdasarkan Standar Panjang
Badan menurut Umur (PB/U) untuk anak perempuan umur 3 tahun 1 bulan, panjang badan Nayla yang berada di bawah median
namun Nayla masih dalam indikator kategori gizi baik.
Berdasarkan
tabel 4.1 mengenai kategori interpretasi status gizi berdasarkan tiga indeks (BB/U, TB/U, BB/TB menurut Standart Baku Antropometeri
WHO-NCHS) didapatkan bahwa hasil BB/U,TB/U dan BB/TB berturut-turut
yaitu baik, normal, normal. Hasil ini memberikan intepretasi gizi Nayla baik, tidak terdapat penyakit akut dan kronis.
4.2.2 Recall 24 jam
Dari
hasil wawancara recall konsumsi makan ibu Lenanti dan Nayla
Athira Marwah dalam sehari didapatkan data mengenai konsumsi makan responden,
kemudian dilakukan penghitungan analisis zat gizi dengan menggunakan Tabel Daftar
Komposisi Bahan Makanan (DKBM) dan melihat komposisi gizi di kemasan
makanan/minuman.
1.
Ibu
Lenanti
Hasil recall dan perbandingan dengan
nilai AKG 2013 menunjukkan bahwa %kebutuhan ibu Lenanti menurut survei konsumsi
gizi, 2009 yakni energi dalam kategori kurang sebesar 48,31%, protein dalam
kategori kurang sebesar 56,14 %, lemak dalam kategori kurang sebesar 45,22%
dan karbohidrat dalam kategori kurang sebesar 65,66 %.
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa ibu Lenanti
mempunyai pola konsumsi yang tidak baik, di pagi dan malam hari biasanya hanya
makan indomie dan kurang mengonsumsi protein nabati dan hewani serta jarang
mengonsumsi sayur maupun buah-buahan. Seharusnya Ibu lebih mengontrol porsi
makan serta asupan makanan pada dirinya atau pada keluarganya karena jika
kekurangan karbohidrat mengakibatkan berbagai penyakit. Konsumsi karbohidrat
yang kurang dari kebutuhan tidak baik bagi tubuh sehingga dapat menyebabkan gula
darah menurun dan terjadi hipoglikemia. Untuk itu diperlukan asupan karbohidrat
yang cukup dengan mengatur porsi makan yang baik.
Tingkat konsumsi protein yang tergolong rendah dikarenakan
ibu Lenanti mempunyai pola makan yang tidak baik, kurang asupan protein.
Menurut Arisman (2010) kurang energi protein adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan atau
gangguan penyakit tertentu sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi.
Ibu menyusui membutuhkan 3 porsi protein perhari
selama menyusui. Tambahan protein dibutuhkan sebesar 16 g/hari untuk enam bulan
pertama, enam bulan kedua dibutuhkan protein sekitar 12 g/hari dan untuk tahun kedua dibutuhkan sebesar 11
g/hari. Manfaat dari protein adalah mengatur pertumbuhan dan perbaikan
jaringan, perkembangan otak, produksi ASI dan membentuk tubuh bayi.
Ketidakseimbangan protein dapat
menyebabkan kekurangan nutrisi lain (Marmi, 2013).
2.
Nayla
Hasil recall dan perbandingan dengan
nilai AKG 2013 menunjukkan bahwa %kebutuhan Nayla Athira Marwah yakni energi
dalam kategori lebih sebesar 114,36%, protein dalam kategori lebih sebesar
188 %, lemak dalam kategori baik sebesar 100 % dan karbohidrat dalam kategori
lebih sebesar 110,90 %.
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa Ibu tersebut membiasakan
anaknya untuk sarapan pagi makan 3x sehari, dan di pagi hari diberikan makan -
makanan selingan sehingga Nayla memiliki energi, protein, karbohidrat yang
lebih. Seharusnya Ibu lebih mengontrol porsi makan serta asupan makanan Nayla
karena jika anak kelebihan karbohidrat beresiko obesitas. Menurut Bandini L
dalam Kharismawati (2010), konsumsi karbohidrat yang melebihi kebutuhan tidak
akan menguntungkan bagi tubuh. Kelebihan asupan karbohidrat dapat menyebabkan
obesitas. Sehingga diperlukan konsumsi serat yang cukup untuk menurunkan resiko
obesitas.
Tingkat konsumsi protein Nayla dalam kategori lebih.
Konsumsi protein yang tinggi ini dikarenakan Nayla mempunyai kebiasaan minum
susu yang kaya akan sumber protein dalam porsi yang lebih (200 ml). Hal
ini perlu menjadi perhatian karena kelebihan protein dapat menyebabkan
timbulnya masalah kesehatan seperti alergi, osteoporosis dan menyebabkan
kinerja hati dan ginjal yang berlebih.
Menurut Almatsier (2005) juga menyatakan bahwa
kelebihan protein tidak menguntungkan bagi tubuh. Makanan yang tinggi protein
biasanya tinggi lemak sehingga dapat menyebabkan obesitas. Kelebihan asam amino
akan memberatkan ginjal dan hati yang harus memetabolisme dan mengeluarkan
kelebihan nitrogen. Hal tersebut juga sejalan dengan penelitian Surbakti
(2010), menyatakan bahwa protein memang sangat diperlukan oleh tubuh, tetapi
terlalu banyak mengkonsumsi protein juga akan menimbulkan masalah. sebaiknya
jangan sampai melampaui 2g/kg BB/hari, sebab kebanyakan protein akan
menyebabkan SDA yang tinggi, yang akan merugikan metabolisme energi untuk kerja
luar.
4.2.3
Kebiasaan
Makan (Pola Asuhan Makan)
a.
Pemberian
ASI, Makanan Tambahan atau Makanan Pendamping ASI
Data hasil wawancara kuesioner menunjukkan bahwa pola
asuh makan ibu yang diberikan ibu Lenanti terhadap Nayla tergolong sudah cukup
baik namun kurang sempurna. Hal ini terlihat dari kebiasaan Ibu Lenanti yang
memberikan sarapan pagi kepada Nayla. Kebiasaan Ibu Lenanti yaitu menyusun menu
makanan sekaligus menentukan porsi makan untuk Nayla dan
keluarganya. Tingkat pendidikan atau pengetahuan ibu banyak menentukan
sikapnya dalam menghadapi berbagai masalah pada anak, misalnya dalam pemberian
makanan pada anak antara lain meliputi kualitas makanan, kuantitas makanan,
saat dan jadwal pemberian makanan serta cara memberikan makanan (Soenardi,
2007). Hal tersebut akan berpengaruh pada status gizi balita yang menjadi
bagian dari asuhan seorang ibu.
Ibu Lenanti tidak mengalami kesulitan dalam hal
memberi makan kepada Nayla. Berdasarkan hasil pengukuran antropometri bahwa Nayla
memiliki status gizi yang baik/normal. Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan
yang positif antara tingkat konsumsi energi dan pola asuh makan terhadap status
gizi balita, yaitu dimana semakin baik tingkat konsumsi dan pola asuh makan
balita maka semakin baik pula status gizi balita. Berdasarkan pebelitian Lonika
(2010) menyatakan terdapat hubungan positif antara pengetahuan ibu tentang gizi
pada balita dengan status gizi balita, ibu berpengetahuan baik cenderung
memiliki balita yang berstatus gizi baik dan sebaliknya.
b.
Sikap
Ibu Terhadap Gizi
Sikap ibu responden terkait dengan gizi memang sudah cukup
baik dan berbanding lurus dengan status gizi Nayla yang baik. Menurut
penelitian Wijayanto (2012) faktor lain yang dapat mempengaruhi status gizi
anak balita adalah sikap. Sikap melambangkan sejauh mana kesadaran seorang ibu
terhadap kepentingan untuk merawat anak balita dalam kandungan, pelayanan
kesehatan, persediaan makanan di rumah.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1.
Status gizi Nayla berdasarkan indeks BB/U maka Nayla termasuk dalam kategori
gizi baik yaitu terletak diantara -2 SD sampai dengan 2
SD. Status gizi Nayla berdasarkan indeks PB/U maka Nayla termasuk dalam kategori tinggi yaitu normal.
Berdasarkan indeks BB/PB maka Nayla termasuk dalam
kategori normal yaitu terletak diantara -2 SD sampai dengan 2 SD. Status gizi Nayla berdasarkan IMT/U maka Nayla termasuk dalam kategori
normal yaitu terletak diantara -2 SD sampai dengan 2 SD. Dan juga status
gizi pada Ibu Lenanti berdasarkan IMT/U maka ibu Nayla termasuk dalam kategori
normal.
2.
Persentase pemenuhan kebutuhan energi, protein dan karbohidrat pada
Nayla dari hasil perhitungan masuk dalam kategori lebih dengan persentase yaitu
energi sebesar 114,36%, protein sebesar 188 %, karbohidrat sebesar 110,90
% dan lemak dalam kategori baik sebesar 100 %. Sedangkan persantese pemenuhan
kebutuhan energi, protein, lemak dan karbohidrat pada ibu Lenanti dikategorikan
kurang dengan persentase energi sebesar 48,31%, protein sebesar 56,14
%, lemak sebesar 45,22% dan karbohidrat sebesar 65,66 %.
3.
Pengetahuan
Ibu Nayla selaku ibu Nayla terhadap gizi sudah baik dapat dilihat dari status
gizi Nayla yang dikategorikan dalam gizi baik. Sehingga, dapat disimpulkan
bahwa pengetahuan dan sikap ibu responden yang baik mempengaruhi status gizi
anak.
5.2 Saran
1.
Bagi
Mahasiswa
Sebaiknya mahasiswa terlebih dahulu memahami
dengan baik cara pengukuran penilaian status gizi seperti penggunaan pengukuran
sehingga pada saat praktikum dilaksanakan lebih cepat dalam pengukurannya.
2.
Bagi
Responden
Sebaiknya responden lebih memperhatikan status gizi
balitanya dan juga keluarga dalam mengontrol asupan makanan khususnya dalam
takaran atau porsi makan sesuai dengan gizi seimbang dan sesuai kebutuhan anak
maupun keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
__________.2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Baliwati. 2004. Pengantar
Pangan dan Gizi, Cetakan 1. Jakarta : Penerbit Swadaya.
Budiyanto. 2002. Dasar-Dasar
Ilmu Gizi. Malang : UMM Press.
Departemen Kesehatan RI.
2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Depkes RI.
Jakarta.
Gibson, R. S. 2005. Principle
of Nutritional and Assessment. New York : Oxford University Press.
Hartono A. 2006. Terapi Gizi
dan Diet Rumah Sakit. Jakarta: EGC.
Hartriyanti dan Triyanti.
2007. Penilaian Status Gizi : Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Departemen
Gizi dan Kesehatan Masyarakat. FKM UI. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada.
Keputusan Manteri Kesehatan
RI, No. 1995 Tahun 2010 Standar Antropometri Penilaian Stattus Gizi
Anak. 30 Desember 2010. Menteri Kesehatan RI. Jakarta.
Kharismawati, Ririn.
2010. Hubungan Tingkat Asupan Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat, dan
Serat dengan Status Obesitas pada Siswa SD. Program Studi Ilmu Gizi
UNDIP.
Lonika, Anggia. 2010.
“Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Status Gizi Balita”. Skripsi.
Padang : Universitas Andalas.
Moehji, S. 2003. Ilmu
Gizi 2. Jakarta : Penerbit Papas Sinar Sinanti
Nurdin, Hasmini. 2012.
“Hubungan Riwayat Pemberian ASI Eksklusif dengan Status Gizi Bayi Umur 6-12
Bulan di Puskesmas Perawatan MKB Lompoe Kota Parepare”. Skripsi. Jakarta
: Kesehatan Masyarakat UI
Sandjaja, Basuki B., Rina
H., 2010. Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta :
Kompas Penerbit Buku.
Soehardjo, 2005. Perencanaan
Pangan Dan Gizi. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Supariasa I. D. N., B.
Bakri., dan I. Fajar. 2012. Penilaian Status Gizi. Jakarta :
EGC.
Surbakti, S. 2010. “Asupan Bahan
Makanan dan Gizi bagi Atlit Renang”.Jurnal Ilmu Keolahragaan. 8 (2).
Hal. 113.
Susilowati. 2008. Pengukuran
Status Gizi dengan Antropometri Gizi.CV Trans Info Media : Jakarta
Soekirman. 2000. Ilmu
Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta :
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
No comments:
Post a Comment